Liputan6.com, Jakarta - Dalam sambutannya di acara Seminar Mengembalikan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2016, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla alias JK terkesan dengan kehadiran Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), RJ Lino. Bahkan di kesempatan tersebut, JK melontarkan celetukan terkait kasus korupsi crane di Pelindo II.
Saat Jusuf Kalla memberikan sambutan pada forum yang diadakan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (17/11/2015), tiba-tiba muncul sosok Lino. Direktur Utama Pelindo II tersebut memang terlambat sekitar 30 menit dari jadwal pembukaan seminar. Lino langsung masuk dan menuju kursi di bagian depan bersama para menteri. Maklum, Lino dipercaya sebagai pembicara di seminar tersebut.
Kemudian, Wapres memecah keheningan peserta dengan keluar dari topik pembicaraan mengenai investasi dan konsumsi. "Pak Lino, silakan masuk. Karena Anda terkenal, jadi saya persilakan. Tanjung Priok kan jauh dari sini, jadi kita pahami kalau telat sedikit. Baru mulai kok (acaranya)," ucap JK dengan nada guyon.
Setelah Lino duduk di kursinya, Jusuf Kalla secara spontan kembali mengeluarkan pernyataan yang cukup mengagetkan sekaligus menggelitik para peserta.
"Saya ini selalu dianggap beking Pak Lino, ada di belakang Pak Lino. Padahal saya di depan Pak Lino. Masak Wapres, di belakang, ya saya di depan Pak Lino. Apalagi Pak Sofyan Djalil (Menteri PPN/Kepala Bappenas), dia di samping Pak Lino," kata Jusuf Kalla.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, JK memang disebut-sebut menjadi beking dari Direktur Utama Pelindo II RJ Lino. Namun hal tersebut dibantah oleh Juru Bicara Wakil Presiden Husain Abdullah.
Menurutnya, JK tidak membela Dirut PT Pelindo II RJ Lino, terkait kasus penggeledahan kantornya oleh Bareskrim. Tapi semata-mata hanya menegaskan instruksi Presiden Joko Widodo bahwa kebijakan tidak bisa dipidanakan.
"Menyangkut kasus RJ Lino, sudah berulang kali ditegaskan oleh Pak JK, bahwa ia sama sekali tidak membela siapa pun atau kepentingan apa pun. Semata-mata hanya menguatkan instruksi Presiden Jokowi," katanya.
Husain menjelaskan, diskresi atau pengambilan kebijakan tidak boleh dipidanakan. Bahkan, ekspose kepada publik pun dilakukan setelah tahap penuntutan, agar tidak menimbulkan ketakutan berlebihan bagi pejabat publik lainnya.
Terkait mutasi atau pergeseran jabatan Komjen Pol Budi Waseso atau Buwas dari Kepala Bareskrim Polri menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Husain menilai pergeseran itu wajar saja. Karena hal itu kewenangan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Ia juga menegaskan hubungan JK dan Buwas cukup dekat.
"Komjen Budi Waseso sendiri sangat dekat dengan Pak JK, bahkan sering 'membela' Budi Waseso karena JK meyakini Buwas orangnya bersih. Bahkan di depan Tim 9 yang dipimpin Buya Syafii Maarif, JK memuji Buwas sebagai orang yang bersih," tandas Husain.
Wacana penggeseran Komjen Pol Budi Waseso atau Buwas dari jabatan Kabareskrim Polri kini terbukti. Buwas bertukar jabatan dengan Komjen Pol Anang Iskandar yang sebelumnya menjabat Kepala BNN.
Penggeseran Buwas disebut-sebut banyak pihak lantaran aksi agresifnya dalam menindak sejumlah kasus korupsi. Terakhir jenderal bintang tiga ini menggeledah kantor Dirut PT Pelindo II RJ Lino di Tanjung Priok, Jakarta Utara, baru-baru ini. Penggeledahan ini terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane, dalam pengembangan kasus dwelling time. (Fik/Gdn)*