Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang mengatakan, bukti rekaman yang diduga percakapan antara Direktur PT Freeport Indonesia dan anggota DPR berinisial SN, hingga kini belum diserahkan kepada Sekretariat MKD.
"Rekaman asli belum kami terima, karena kami tidak bisa bekerja tanpa rekaman itu. Tentu dengan lambatnya rekaman yang kami terima, akan memperlambat penuntasan kasus ini bisa tidaknya dinaikan ke tahap berikutnya," ujar Junimart di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/11/2015).
Politisi PDI Perjuangan ini berharap, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said segera menyerahkan bukti rekaman asli, agar MKD bisa langsung memproses kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Janjinya sesegera mungkin, tapi kita punya batas waktu 14 hari setelah penerimaan laporan. Kalau 16 (November 2015) dilaporkan berarti 30 (November 2015) batas waktu nya," kata Junimart.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, MKD tidak bisa proaktif meminta bukti rekaman. Karena Kementerian ESDM sebagai pelapor yang punya kepentingan untuk memberikan bukti-bukti laporannya.
"Jadi kita berharap kepada Kementerian ESDM tolong segera memberikan bukti original konkret tersebut kepada MKD. Untuk mensinkronisasi harus ada bukti konkret, kalau tidak ada ya tidak bisa, jadi kita tunggu," kata Junimart.
Timbul Fitnah
Junimart mengatakan, jika masalah ini tidak segera dituntaskan akan timbul masalah baru. "Kami hanya berharap bukti tersebut diberikan ke MKD. Yang kami khawatirkan tiba waktunya 14 hari. Apabila bukti itu tidak kita terima, maka itu akan menjadi bagian dari terbitnya masalah hukum baru. Bisa jadi fitnah atau pencemaran nama baik," kata dia.
Menurut Junimart, saat ini pihaknya tengah memverifikasi laporan Sudirman Said itu untuk memutuskan apakah teradu akan mendapat teguran ringan, sedang, atau berat. "Terlalu prematur apabila saya ngomong teguran sekarang," sambung dia.
Junimart menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), lewat Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, tidak pernah menyebutkan situasi pengunduran diri dari jabatan. Karena itu jika terbukti melanggar etik, anggota DPR tidak ada pemecatan.
"Ini lebih kepada tanggung jawab moral masing-masing lah. Kita tidak bisa menyuruh, menganjurkan, melarang, semua kembali kepada pihak tersebut. Yang diatur adalah tentang pemanggilan saksi, apabila tidak mau datang yaitu panggil paksa untuk teradu tidak ada. Jadi harus kita sikapi nanti UU MD3 dan tata beracara di MKD," pungkas Junimart.
Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan anggota DPR yang diduga berinisial SN kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin 16 November lalu. Laporan ini terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk perpanjangan kontrak perusahaan tambang PT Freeport Indonesia.
Ketua DPR Setya Novanto yang disebut-sebut terkait inisial SN, telah membantah tudingan miring tersebut. Menurut dia, sebagai ketua DPR dirinya sangat menjaga etik, karena itu dirinya mengklaim tidak mungkin mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden itu. (Rmn/Mut)