RJ Lino: Pengadaan Mobile Crane Pelindo II Sesuai Prosedur

Lino menyatakan, proyek tersebut sudah mengikuti tahapan pengadaan yang benar.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 18 Nov 2015, 16:07 WIB
Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino menuju mobil yang menjemputnya usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, (18/11/2015). RJ Lino diperiksa selama 6 jam dengan 12 pertanyaan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri baru saja merampungkan pemeriksaan Direktur PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino atas kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane.

Usai diperiksa penyidik selama kurang lebih 5 jam, Lino mengatakan, proyek senilai Rp 45 miliar itu tidak terdapat unsur pidana yang selama ini diselidiki polisi.

"Enggak ada (unsur pidana)," kata Lino di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/11/2015).

Lino mengaku yakin, tidak ada kesalahan dalam proses pengadaan crane tersebut. Sehingga ia berkesimpulan, kasus ini akan berakhir dengan tidak ada masalah.

"Toh nanti saya percaya yah, kalau memang kasusnya tidak ada masalah, mustinya akhirnya juga tidak ada masalah," ucap dia.

Dijelaskan Lino, pengadaan 10 unit mobile crane untuk Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara sudah sesuai prosedur. Bahkan ia mengklaim, pengerjaan proyek tersebut sudah mengikuti tahapan pengadaan yang benar.

"Saya merasa bahwa saya mengerjakan semua itu sesuai governance yang bener, prosedur yang benar, cara-cara yang benar, dan cara-cara profesional. Sehingga saya yakin apa yang saya kerjakan itu benar," ucap dia.


Pernyataan Lino ini, berbeda dengan pernyataan mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Purn) Victor Edison Simanjuntak, yang sejak akhir Agustus 2015 telah menyediliki kasus tersebut.

Victor menyebut, proses pengadaan crane oleh Pelindo II, 8 pelabuhan menolak dengan alasan crane tak dibutuhkan.

"Pengadaan 10 mobile crane ini tidak melalui perencanaan yang benar dan tidak dilakukan analisis kebutuhan. Ketika barang itu sudah ada, itu malah tidak digunakan. Karena memang pimpinan 8 pelabuhan itu katakan tak butuh barang," kata Victor saat memberikan penjelasan terkait kasus itu di hadapan anggota Pansus Pelindo II‎, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 21 Oktober lalu.

Selain itu, Victor mengatakan, pengadaan crane oleh Guangshi Narasi Century Equipment Co.Ltd juga bermasalah. Oleh karena itu, Victor mempertanyakan siapa yang menjadi beking PT Guangshi hingga memenangkan proyek pengadaan mobil crane tersebut.

"Pertama itu gagal, Guangshi mengajukan harga di atas perkiraan sendiri. Begitu juga lelang kedua nggak ada pendaftar, hanya Guangshi sendiri. Dan itu kan seharusnya dibatalkan. Tapi Guangshi menang. Nah, yang jadi pertanyaan, itu di belakang Guangshi siapa?" tanya dia.

Sebelumnya, pengadaan 10 unit mobile crane pada 2012 dengan nilai berkisar Rp 45 miliar untuk keperluan operasional di pelabuhan cabang Pelindo, dinilai janggal. Penyidik Dit Tipideksus menemukan proses pengadaan mobile crane diduga menyalahi prosedur karena penunjukan langsung pemenang tender.

Pelindo juga diduga tidak menggunakan analisa kebutuhan barang hingga mengakibatkan 10 mobile crane yang diterima sejak 2013, mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok.

Selain memintai keterangan, penyidik juga mendatangi 8 pelabuhan yang seharusnya menerima mobile crane tersebut.

Hasilnya, penyidik menilai pengadaan mobile crane melibatkan Guangshi Narasi Century Equipment Co.Ltd dengan menggunakan anggaran Pelindo II tahun 2012, sebenarnya tidak mendesak. (Ron/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya