Punya Nama 'Isis', Toko Buku Jadi Sasaran Kebencian

Sebuah toko buku di Denver memilih nama sesuai dewi Mesir: Isis. Tak pelak, toko itu jadi sasaran kebencian.

oleh Indy Keningar diperbarui 20 Nov 2015, 15:02 WIB
Sebuah toko di Denver memilih nama sesuai dewi Mesir, yang malangnya, nama yang kurang beruntung: Isis. Toko jadi sasaran kebencian.

Liputan6.com, Denver - Dewi mitologi kuno umumnya memiliki nama indah, dan sering digunakan untuk menamakan lokasi, usaha, atau bahkan anak dan hewan peliharaan. Sebut saja Athena, Zeus, Seth, dan Freja.

Namun ada dewi Mesir dengan nama yang kini tak beruntung, dan mengingatkan akan kelompok teror yang diduga bertanggung jawab akan teror Paris baru-baru ini. Ironisnya adalah nama dewi pelindung: Isis.

Sebuah toko buku dibangun pada tahun 80-an, dan menggunakan nama 'Isis', tak disangka, hal itu membawa petaka dan kerugian tiga dasawarsa mendatang.

Toko di Denver bernama Isis Books & Gifts, diberi nama sesuai dengan dewi Mesir yang menjadi simbol penyembuhan dan sosok keibuan, dan jelas pemiliknya bukan teroris. Dilaporkan wakil pemilik Jess Harrison pada Huffington Post, Jumat (20/11/2015), tokonya sudah divandalisasi sebanyak lima kali dalam satu tahun terakhir, oleh orang-orang yang kemungkinan salah mengira nama toko sebagai ISIS, akronim dari grup teroris Islamic State.

Ulasan pelanggan dan peringkat yang diletakkan di bawah buku-buku di toko Amazon Books di University Village, Seattle, Selasa (3/11). Setelah 20 tahun mejual buku secara online, akhirnya Amazon membuka toko buku fisik pertamanya. (AFP Photo/Jason Redmond)

Tindak vandalisme teranyar terjadi pada akhir pekan lalu, ketika papan nama toko dihancurkan setelah terjadinya teror Paris yang membunuh 129 orang.

Toko buku itu sendiri menjual buku dan suvenir yang berhubungan dengan spiritualitas, agama, dan penyembuhan.

"Isis adalah nama dewi Mesir, mitologi setidaknya dari 2.500 tahun lalu, dewi kewanitaan, penyembuhan, dan kelahiran--pada dasarnya antitesis dari semua yang identik dengan teroris," ungkapnya.

Harrison mencurigai para pelaku vandalisme adalah "orang-orang kurang cerdas yang percaya teroris bisa-bisanya punya toko suvenir di tengah-tengah Colorado."

Toko itu sudah ada sejak tahun 1980 dengan nama Isis, Ia dan istrinya, Karen, sudah memilikinya sejak tahun 1997.

Harrison mengatakan tiap kali orang mendengar tokonya bernama Isis, tiap kali juga ia ditanya apakah ia akan mengganti namanya. Ia dengan tegas berkata tidak.

"Untuk sekarang, kita tetap menggunakan nama ini," ujar Harrison.

Syukurlah, penamaan 'fatal' tersebut tidak mempengaruhi penjualan.

"Bisnis baik-baik saja, sesungguhnya bahkan mengalami kenaikan," ungkap Harrison. (Ikr/Rie)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya