Liputan6.com, Jakarta - Polri memastikan tidak akan memberikan sanksi penahanan kepada para pelaku penyalahgunaan narkoba yang tertangkap tangan oleh polisi. Bahkan, para pengguna tersebut nantinya akan direhabilitasi.
Hal itu tertuang dalam Telegram Rahasia (TR) Kapolri bernomor 865/X/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 yang ditandatangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Pol Anang Iskandar.
Anang mengatakan, dalam TR itu pihaknya telah menginstruksikan ke seluruh jajaran untuk membentuk Tim Asesmen Terpadu (TAT) sebagai langkah menangani para pengguna narkotika.
TAT, sambung Anang, dibentuk mulai dari tingkat polda hingga polres di setiap provinsi. Selain itu, TAT juga terdiri tim dokter dan tim hukum.
Baca Juga
Advertisement
Ketua TAT adalah Diresnarkoba untuk tingkat polda dan kasatnarkoba di polres. Tim dokter beranggotakan minimal dua orang yang berasal dari Polri atau PNS Polri yang sudah dilatih sebagai assesor dan tersertifikasi oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, serta memiliki kemampuan medis dan kejiwaan.
"Tim hukum juga minimal terdiri dari dua orang dari Polri dan kejaksaan," kata Anang saat dihubungi di Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Rehabilitasi
TR tersebut, sambung Anang, juga menekankan proses assessment yang akan dilakukan bilamana barang bukti narkotika tidak lebih dari yang diatur Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Langkah yang harus dilakukan TAT ialah menempatkan di lembaga rehabilitasi sampai penyidikan dinyatakan P21 oleh kejaksaan.
"Tidak lagi penahanan pengguna narkoba dengan indikator jumlah tertentu sedikit, misalnya di bawah 1 gram. Indikasi kemudian di-assesment, kalau benar pengguna maka direhabilitasi," tutur Anang.
Tetap Disidang
Meski tidak dilakukan penahanan, Anang memastikan pemberkasan kasus para pemakai tetap dilakukan penyidik hingga masuk ke meja hijau. "Secara hukum tidak ditahan, tetapi masuk ke persidangan, hakim wajib memutuskan rehabilitasi sesuai Pasal 103 Undang-undang Narkotika," terang dia.
Namun, jika hasil assessment menyatakan tersangka terkait jaringan pengedar, maka akan ditahan dan disidik sesuai dengan UU Narkotika. Penahanan tetap dilakukan walaupun barang bukti di bawah ketentuan yang diatur dalam SEMA 4/2010.
"Kalau di-assessment menyimpulkan dia bandar atu produsen apalagi terlibat jaringan, kami enggak cuma sidik perkara utamanya saja. Kami sidik apakah ada pencucian uang di sana. Kalau ada, asetnya akan disita," tegas dia.
Lebih lanjut, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini mengungkapkan TR tersebut tidak serta merta dikeluarkan begitu saja. Melainkan telah melewati pembahasan dengan Direktorat IV Pidana Narkoba Bareskrim Polri.
"Kebijakan hukum penahanan terhadap penyalahguna. Pertama harus dicegah, dilindungi, diselamatkan, dijamin pengaturan upaya rehab medis dan sosial. Dasar kedua adalah Pasal 127 Undang-undang Narkotika, bahwa penyalahguna adalah kriminal yang diancam pidana empat tahun.
Kalau penyalahguna, ketergantungan wajib rehab sesuai Pasal 54 UU Narkotika.
"Menurut KUHAP, tidak memungkinkan untuk ditahan, karena di bawah lima tahun. Karena tidak bisa ditahan, penyidik diberi kewenangan untuk tempatkan ke rehab berdasarkan PP nomor 25 tahun 2011 turunan Undang-undang Narkotika," tandas Anang. (Ndy/Mut)
Advertisement