Liputan6.com, Bamako - Pihak berwenang Mali mengatakan sudah tak ada lagi sandera yang ditahan sekelompok pria bersenjata, yang menyerbu Hotel Radisson Blu di ibu kota Bamako. Pasukan khusus Mali menyerbu Hotel Radisson Blu pada Jumat 20 November waktu setempat.
"Serangan oleh tersangka militan Islam yang menyandera 170 orang di Radisson Blu Hotel di ibu kota Mali berakhir," kata pejabat AS sepperti dikutip dari BBC, Sabtu (21/11/2015).
Advertisement
Dewan Keamanan Nasional kemudian mengutuk serangan keji di Bamako itu.
Pasukan diberitakan naik ke lantai 7, tempat para penyerang itu tersudut. Para penyerang dilaporkan dengan memekik 'Allahu Akbar!' sambil melepas tembakan.
Melalui akun Twitter, Presiden Mali, Ibrahim Boubacar Keita, menyampaikan terima kasihnya kepada pasukan keamanan dan negara-negara sahabat yang memberi bantuan untuk menghadapi serangan bersenjata ini.
Pasukan khusus Amerika dan Prancis dilaporkan turut membantu operasi pembebasan sandera ini.
Pasukan penjaga perdamaian PBB di kawasan itu juga menyatakan mendukung operasi pasukan khusus Mali, yang menyerbu lantai demi lantai untuk membebaskan sandera.
Sejauh ini, kelompok Al Qaeda di Maghribi Islam dan afiliasinya, Al-Murabitoun, mengaku bertanggung jawab atas drama penyanderaan dan penyerangan di hotel ternama itu.
Mali Darurat Teror
Sesaat setelah drama penyanderaan berakhir, Presiden Keita mengumumkan pemberlakuan status darurat teror. Kondisi itu mulai berlaku pada Jumat 20 November 2015 tengah malam waktu setempat hingga 10 hari mendatang.
Keita juga mengumumkan masa berkabung selama 3 hari.
Dalam keterangannya usai menggelar rapat darurat dengan jajaran menterinya, Keita mengatakan sebanyak 21 orang tewas dalam serangan itu, termasuk 2 pria penyandera.
Laporan sebelumnya menyebutkan sedikitnya 27 orang meninggal dunia. Sebab, seorang pejabat PBB yang berbicara tanpa bisa dikemukakan identitasnya, mengatakan 12 jenazah ditemukan di basement hotel dan 15 jasad lain ada di lantai dua.
Sebelumnya dilaporkan CNN dan Reuters, korban jiwa dalam drama penyerangan tersebut ada 22 orang.
Salah seorang sandera yang meninggal ialah Geoffrey Dieudonne, anggota parlemen Belgia dari wilayah Wallonia.
Kantor berita China, Xinhua, melaporkan ada 3 warganya yang menjadi korban. Sementara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengaku ada 1 warga AS yang tewas.
Serangan dan drama penyanderaan di Mali bukan kali pertama terjadi sepanjang tahun ini. Pada 2015, kelompok milisi membunuh 13 orang, termasuk 5 pekerja PBB, dalam penyekapan di sebuah hotel di Kota Sevare.
Tanggung jawab keamanan di Mali dipikul oleh pasukan PBB sejak Juli 2013, setelah beberapa kota utama di bagian utara negara itu diambil alih oleh kelompok milisi.
Hotel Radisson Blu sering digunakan warga asing maupun awak maskapai penerbangan yang singgah. Itu mengapa korban banyak berasal dari luar Mali.
Pihak KBRI di Dakkar, Senegal merespons insiden serangan sekelompok pria bersenjata di hotel ternama Radisson yang terletak di pusat Bamako.
Mereka menyatakan masih mengecek seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang tengah berada di sana.
"Terdapat 117 WNI di Mali. Dua orang bekerja di UN (United Nations atau PBB) dan 115 personel TNI anggota Misi UN-MINUSMA," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal mengutip pernyataan dari KBRI Dakkar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jumat 20 November. (Tnt/Yus)*