Liputan6.com, London - Sebuah tengkorak beruang dipamerkan untuk pertama kalinya di London. Tapi ini bukan beruang biasa. Beruang inilah yang menjadi ilham terciptanya tokoh beruang baik hati ‘Winnie-the-Pooh’, yang mendapat tempat khusus di hati banyak orang.
Winnie dilaporkan mati pada 1934 dan tengkoraknya disimpan oleh Royal College of Surgeons. Sejumlah kurator mengenalinya ketika sedang menelaah koleksi lembaga itu, dan memutuskan akan memamerkannya di Hunterian Museum sebagai bagian dari acara ‘Being Human’.
Advertisement
Dikutip dari BBC pada Sabtu (21/11/2015), beruang hitam itu menjadi pesohor di Kebun Binatang London di tahun 1920-an. Ia menjadi kesayangan pengunjung dan dikenal karena keramahannya.
Putra AA Milne, Christopher Robin, adalah seorang pengunjung tetap dan kerap berfoto di dalam kandang sembari menyuapi madu kepada beruang itu.
Boneka beruang milik Christopher Robin diberi nama Winnie untuk menghormati binatang itu. Kata ‘the Pooh’ ditambahkan kemudian.
Sejak pertengahan 1920-an, kisah ayahnya tentang boneka beruang itupun mulai diterbitkan.
Ternyata, nama Winnie merupakan singkatan dari Winnipeg di Kanada. Beruang hitam itu sendiri dibawa dari Kanada ke Inggris pada 1914.
Pemilik beruang itu adalah Harry Colebourn, seorang dokter hewan dari Kanada yang mendaftar menjadi tentara di masa Perang Dunia I. Winnie lalu menjadi maskot kesatuan Dokter Hewan Tentara Kanada.
Ketika Kapten Colebourn bertugas bersama resimennya ke Prancis, Winnie dipindahkan ke Kebun Binatang London dan menghabiskan sisa hidupnya di sana.
Pemeriksaan pada tengkorak beruang itu menunjukkan bahwa ia telah kehilangan hampir semua giginya di masa tua. Sam Alberti, direktur museum, menduga hal ini disebabkan oleh madu dan roti manis yang disodorkan pengunjung anak-anak.
Abigail Woods, profesor sejarah kesehatan manusia dan hewan di King's College London menyebutkan bahwa Winnie kemungkinan menjadi daya tarik komersial penting bagi kebun binatang.
“Orang berkunjung ke kebun binatang khususnya untuk mengunjungi Winnie, menontonnya bermain, berfoto bersama, menyuapi madu,” katanya.
Penggunaan nama manusia pada hewan merupakan cara untuk membantu para pengunjung berhubungan dengan mereka, “untuk memandang mereka bukan sebagai hewan liar, tapi sebagai kawan yang ramah.”
Dan ketika hewan di kebun binatang mati, tubuhnya dicari-cari karena “sangat bernilai untuk penelitian ilmiah.”
Setelah kematian Winnie, tengkoraknya disimpan oleh kurator di Odontological Museum yang menjadi bagian koleksi Royal College of Surgeons. Tengkorak itu tersimpan sejak tahun 1930-an bersama dengan tengkorak-tengkorak dari sekitar 11.000 hewan lain di Hunterian Museum di pusat kota London.
Kisah fiksi Winnie-the-Pooh kemudian menjadi film Hollywood, sementara jasadnya hadir terakhir kalinya dalam buku teks tahun 1930-an tentang kesehatan gigi hewan.
Meski sudah tak ada, ketertarikan kepada beruang ini tetap termahsyur. Kisah Winnie-the-Pooh terpilih tahun lalu sebagai buku favorit anak dalam 150 tahun terakhir ini. Nilai komersial media dan benda terkait Winnie-the-Pooh ditaksir senilai lebih dari 3.6 trilun pound sterling per tahun.
Sementara itu, boneka Winnie-the-Pooh dan mainan-mainan lain milik Christopher Robin dipamerkan di New York.
Namun demikian, ada sisi kelam seekor beruang lain dalam kisah ini. Penggambar Ernest Shepard menggunakan Growler, beruang mainan milik anaknya, untuk menjadi model gambarnya. Tapi kemudian mengaku bahwa boneka beruang itu dirusak oleh seekor anjing.
Lindsay Mattick, cicit dari Harry Colebourn yang sekarang tinggal di Kanada mengatakan, kemunculan kembali tengkorak beruang itu akan mengejutkan sejumlah orang.
“Menurut saya orang akan terkejut ketika mereka mendengar bahwa sebagian dari Winnie sungguhan akan dipamerkan. Saya sendiri kaget karena tidak menduga ada bagian dirinya yang masih ada. Mengagumkan, kita masih memiliki sebagian dirinya selama lebih dari 100 tahun.”
Wanita itupun menuliskan bukunya tentang sang beruang dengan judul Finding Winnie: The True Story of the World's Most Famous Bear.
“Keluarga kami merasa sangat bangga karena sesungguhnya kerabat kami -- Harry Colebourn --hanya melakukan sesuatu yang sederhana. 100 tahun lalu ia membawa seekor anak beruang peliharaan karena ia mencintai hewan. Ia kemudian pergi ke medan perang dan tidak mengetahui bahwa satu tindakan tunggal ini memberikan akibat yang menakjubkan.”
Dr. Alberti selaku Direktur musem dan arsip di Royal College of Surgeons mengatakan, “Kami berpikir keras tentang memamerkannya, bukan karena dia adalah Winnie-the-Pooh, seekor beruang menggemaskan. Ini hanyalah sebuah tengkorak.”
“Tapi, alasan tengkorak itu ada di sini adalah kisah yang kita bawa pulang ke rumah. Tengkorak itu ada di sini bersama dengan tengkorak mamalia lainnya. Kami mengumpulkan banyak hewan yang mati di Kebun Binatang London untuk mengerti anatomi mereka, ilmu pengetahuan di belakang hewan-hewan ini.”
“Jadi, bagi kami kisah ini berakhir gembira. Kami memiliki koleksi penelitian untuk mengerti bagaimana hewan berperilaku dan penyakit yang mereka derita.”
Kira-kira apa kata Winnie-the-Pooh ketika dirinya dijadikan pajangan museum? Kata Dr. Alberti,
“Saya kira Winnie-the-Pooh akan sangat penasaran mengetahui bahwa tengkroak beruang yang menjadi inspirasi dirinya ada di sini.”
(Alx/Tnt)