Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengatakan saat ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) sedang mempertontonkan drama politik kepada publik.
Drama yang dimaksud politisi PDI Perjuangan itu adalah saat di mana Sudirman melaporkan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan membeberkan rekaman suara Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat membahas masalah perpanjangan kontrak PT Freeport di Indonesia.
"Sekarang malah model sinetron, Sudirman datang ke MKD, ada cerita Novanto dengan bos Freeport bertemu dan menjadi hal yang seolah-olah perlu ditelusuri. Ini mereka berdua seperti sedang main sinetron," ujar Effendi dalam sebuah diskusi bertajuk "Freeport Bikin Repot" di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11/2015).
Effendi menilai 'sinetron' ini sengaja disuguhkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat yang sedang mengkritisi keputusan pemerintah memperpanjang kontrak karya dengan perusahaan tambang Amerika Serikat yang sudah lebih dari 4 dekade mengeksploitasi bumi Papua.
Parahnya Freeport juga diduga kuat tidak memenuhi kewajiban divestasinya kepada Pemerintah 10% persepuluh tahun. Terhitung dari kesepakatan Kontrak Karya terakhir PT Freeport Indonesia dengan pemerintah tahun 1991.
Seharusnya Freeport sudah mendivestasikan sahamnya sebanyak 20% ke Indonesia pada 2011 lalu. Namun, kenyataannya saham Indonesia di Freeport hanya 9,36%.
Tapi Effendi menilai, baik Novanto maupun Sudirman memiliki tujuan yang sama yaitu memperpanjang Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dengan motivasi masing-masing.
"Kedua pihak ini lagi 'bercanda', keduanya sama-sama ingin memperpanjang (Kontrak Karya Freeport), cuma caranya yang berbeda. Sudahlah jangan kembali ada dusta di antara kita, kita hanya ingin ada kepatuhan terhadap konstitusi dan UUD serta turunannya," kata Effendi.
Daripada sibuk menyalahkan, lanjut Effendi, sebaiknya pemerintah selaku lembaga eksekutif dan DPR RI selaku lembaga legislatif lebih baik saling bersinergi untuk menyatakan sikap tegas terhadap Freeport.
"Karena hal ini menyangkut kedaulatan rakyat dan kepentingan nasional. Bukan justru dialihkan dengan cara infotainment seperti ini," ujar Effendi.
Celakanya, lanjut Effendi, masyarakat salah fokus dalam menyikapi hal ini. Seharusnya masyarakat memandang dari sudut wanprestasinya Freeport dalam Kontrak Karya. Bukan malah mengikuti alur kisah perseteruan Sudirman dengan Novanto.
"Memang yang menjadi saksi ketika ada kepentingan-kepentingan pihak kemudian berkonspirasi untuk memuluskan memperpanjang (Kontrak Karya)," tutup Effendi.
JK Diminta Menertibkan
Advertisement
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk menertibkan sikap Menteri ESDM Sudirman Said. Hal itu terkait tudingannya kepada Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport.
"Pak JK harus kendalikan menterinya karena ini bisa menimbuka kekisruhan di pemerintahan," ujar Fadli dalam acara diskusi bertajuk 'Freeport Bikin Repot' di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11/2015).
Menurut politisi Partai Gerindra ini, inti dari masalah Freeport adalah undang-undang dan amanah konstitusi di Undang-undang Dasar 1945, dimana seharusnya perusahaan asing yang mengeruk sumber daya alam nusantara harus mendivestasikan sahamnya sebanyak 51% kepada pemerintah.
"Sesuai Undang-Undang, pemerintah harus mayoritas 51% dalam kepemilikan saham," imbuh Fadli.
Ia pun mengutip pernyataan Menteri Koordinasi Kemaritiman Rizal Ramli yang mengatakan Sudirman terjebak sendiri dengan tindakannya mengungkap dugaan Novanto meminta saham dan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan JK.
Menurut Fadli, akhirnya kalangan eksekutif sendirilah yang kelimpungan saat ini. "Wajar kalau Menko Rizal Ramli juga bilang Menteri ESDM (Sudirman Said) ini jadi keblinger sendiri. Jadi yang ribut ini di kalangan pemerintah sendiri," ucap Fadli. (Dms/Ron)