Liputan6.com, Jakarta Teori lama yang mengatakan bahwa melewatkan sarapan pagi akan mengarah kepada kenaikan berat tubuh tidak bertahan dalam suatu penelitian ilmiah, namun penelitian terbaru menemukan bahwa memulai hari dengan asupan protein dapat membantu meredam kebiasaan mengemil di siang hari, dan tidak memakan sarapan pagi akan merugikan kesehatan metabolisme jangka panjang.
Beruntungnya, satu kepercayaan lama mengenai sarapan telah dipastikan. Sebuah studi baru dari Cardiff University menemukan bahwa memakan makanan di pagi hari berkorelasi dengan meningkatnya hasil akademis. Para peneliti memantau 5,000 sisawa sekolah usia 9 hingga 11 tahun dari lebih dari 100 sekolah dasar untuk menganalisis korelasi antara sarapan dan keberhasilan di sekolah.
Advertisement
Anak-anak yang memakan sarapan-dan makan sarapan yang lebih berkualitas-mempunyai nilai lebih tinggi pada Tahap Kunci ke-2 Penilaian Guru (Key Stage 2 Teacher Assessments), sebuah rangkaian berbagai pengujian yang distandarisasi di Inggris Raya.
Para siswa yang memakan sarapan mereka memiliki peluang 2 kali lebih besar untuk mencapai performa pendidikan diatas rata-rata dibanding mereka yang melewatkan sarapannya.
Menu dari sarapan juga penting untuk diperhatikan. Mengkonsumsi permen manis dan keripik pada pagi hari, dari suatu laporan mengenai sarapan yang dilakukan oleh 5 orang anak, tidak mempunyai efek sama sekali terhadap keberhasilan pendidikan, tidak seperti sarapan dengan menu yang sehat. “Yang bisa diklasifikasikan sebagai sarapan sehat adalah buah-buahan, susu, roti, atau cereal,” ujar Hannah Littlecott, penggagas studi ini kepada Huffington Post.
Perilaku makan lainnya seperti mengkonsumi buah dan sayur-sayuran pada sisa hari, juga berhubungan dengan performa sekolah. Pola makan yang lebih sehat disamakan dengan nilai kesehatan yang tinggi. Para peneliti mengatakan bahwa ini merupakan bukti kuat mengenai korelasi yang signifikan antara perilaku bergizi dan pencapaian akademis.
"Studi ini menawarkan bukti dan juga hubungan antara beberapa aspek dari apa yang dimakan oleh para siswa dan seberapa baik mereka di sekolah, yang mana memiliki implikasi yang signifikan untuk pendidikan dan kebijakan kesehatan publik,” ujar Littlescott pada sebuah pernyataan. Dia juga menekankan pentingnya penelitan seperti ini, khususnya ketika pada masa dimana sumber dan anggaran sekolah seperti makanan gratis bagi siswa dalam ambang bahaya akan dihilangkan.
"Bagi sekolah-sekolah, mendedikasikan waktu dan sumber daya yang bertujuan meningkatkan kesehatan anak bisa dilihat pada tidak diterimanya pengalihan dari mendidik siswa sebagai bisnis utama mereka, dan sebagiannya karena tekanan bahwa tempat tersebut harus lebih fokus pada pencapaian akademis,” ujar Littlescott.
“Namun penolakan campur tangan untuk menciptakan perkembangan kesehatan ini mengabaikan sinergi yang jelas antara kesehatan dan pendidikan. Jelas, memasukkan perkembangan kesehatan pada bisnis utama sekolah juga bisa menciptakan peningkatan edukasi." (Melodia)