Liputan6.com, Paris Di tengah-tengah kepanikan setelah ledakan terjadi di Comptoir Voltaire Cafe, Paris, pada Jumat malam 13 November lalu. Suster David terdorong naluri langsung menolong orang-orang yang terkapar di lantai. Ia dan teman-temannya sedang menghabiskan waktu Jumat malam, seperti yang dia dan Parisien lainnya lakukan seperti biasanya.
Di antara manusia yang tergeletak itu, David melihat seorang pria tak sadarkan diri di tengah runtuhan kursi dan meja. Mengikuti standar prosedur first aid, David memanggil nama pria itu.
Tak ada reaksi. Padahal ia terlihat tak terluka parah namun tak sadarkan diri. David pun melakukan prosedur CPR, (cardiopulmonary resuscitation), yang telah ia pelajari selama menjadi tim medis.
Saat ia merobek kaos si korban, David segera sadar, yang ia pikirkan kafe itu 'meledak' karena kebocoran gas, ternyata lebih parah dari itu. Ia juga baru mengetahui bahwa gedung konser Bataclan dekat kafe tersebut telah terjadi insiden yang lebih menyeramkan lagi. Seorang pria hamburkan peluru, tewaskan 89 orang.
Baca Juga
Advertisement
"Ada kabel melilit di tubuhnya, satu putih, hitam, merah dan oranye. Empat warna yang berbeda," kata David kepada Reuters, Minggu (22/11/2015.)
"Aku langsung menyadari, dia adalah bomber bunuh diri," tutur David.
Pria yang David coba selamatkan tak lain tak bukan adalah Brahim Abdeslam. Salah satu pelaku dari 8 penyerang yang telah meluluhlantakkan Paris pada malam itu. 129 orang tewas di bar, restoran, stadion dan gedung pertunjukkan.
Dalam sebuah rekaman video amatir, memang terlihat ada dua pria di luar kafe mencoba menolong korban dengan nafas buatan. Salah satunya dipercaya adalah David, satunya tak diketahui.
Tak jauh dari mereka, ada sesorang terluka tak sadarkan diri di lantai. Sekujur tubuhnya berlumuran darah.
"Kabel pertama yang kulihat berwarna merah. Kupikir itu detonaor," kenang David. "Karena di ujungnya ada sesuatu."
Sadar bahwa pria yang ia coba selamatkan adalah bomber, ia segera memberitahu salah seorang petugas pemadam kebakaran yang tiba di lokasi. Salah satunya adalah seseorang yang ia kenal.
"Dia melihatku kaget. Dan segera ia berteriak agar orang-orang segera evakuasi," tutur David.
Seperti Pelanggan Biasa
David yang bekerja di sebuah rumah sakit di Paris mengenal kafe itu dengan baik. Ia juga tinggal di tak jauh dari situ.
Dia sedang makan malam dengan seorang teman. Tatkala pelayan mengantarkan makanan mereka, saat itulah ledakan terjadi.
"Ada api besar, ada debu tebal," kata pria berusia 46 tahun itu.
"Aku segera berpikir jangan-jangan pemanas meledak, maka aku teriak, 'matikan kompor gas.' Panik di mana-mana, orang-orang berteriak dan berlarian. Aku pun beranjak keluar."
Pertama kali yang ia tolong adalah seorang perempuan. Lalu, pria muda yang terbaring terluka namun sadar. Salah seorang pramusaji membantunya, maka David beranjak mendekati Abdeslam.
"Pada titik itu, aku tak pernah berpikir ia adalah bomber. Ia tampak seperti pelanggan yang lain," ujar David.
"Dia terluka mengaga di sisi tubuhnya. Ada luka sebesar 30 sentimeter," kata David. "Saat kau angkat tubuhnya dan melihat lilitan kabel, itu baru tak normal."
David mengatakan bahwa bom di tubuh Brahim tidak meledak semua.
"Kemudian aku berpikir, saat melihatnya terbaring di lantai dan aku melakukan CPR. Aku bisa saja meledak bersamanya kapan saja," kata David. (Rie/Hmb)