Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Musyawarah Nasional (Munas) VII Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Bandung, Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, pria yang akrab disapa JK itu mengajak agar para pengusaha patuh dalam membayar pajak.
"Apa pun usaha Anda 25 persen milik pemerintah, jadi bayar pajak. Segera bayar pajak, kalau tidak karena milik bersama ya bisa kita tarik," kata JK, Senin (23/11/2015).
"Pemerintah mengharapkan pajak Anda lebih baik. Usaha yang baik, bisa bayar pajak lebih banyak," kata dia.
JK menerangkan ajakan untuk segera membayar pajak bukan untuk menakut-nakuti pengusaha, tetapi sebagai langkah promosi bahwa pemerintah telah menjalankan kebijakan bisnis yang bersahabat dengan dunia usaha dan investasi (business friendly).
Ia mengatakan pajak semata-mata bukan untuk kepentingan pemerintah, tetapi sebagai sarana untuk mendorong kepentingan bersama. Dengan pajak pemerintah bisa membangun infrastruktur yang juga berdampaknya kepada sektor riil.
Baca Juga
Advertisement
"Jangan protes bunga tinggi, tak ada pelabuhan, itu semua dari pajak. Tidak ada dari kantong Jokowi-JK. Tanpa pajak tak bisa buat apa-apa dan itu kembali pada Anda. Anda bayar pajak kita bikin jalan. Anda tidak bayar ya ada sanksinya," ujar dia.
Mantan Ketua Umum Golkar itu menuturkan pemerintah juga sedang membuat kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Hal tersebut sedang dibahas di DPR dan akan diterapkan tahun depan. "Ada pengampunan pajak nanti, bayar pajak baik-baik," ucap JK.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) siap menjalankan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) pada tahun ini dan 2016 setelah 30 tahun terakhir berjalan di era pemerintahan Soeharto.
Alasannya, kebijakan tersebut akan memberi keuntungan bagi Indonesia, khususnya menyumbang penerimaan pajak. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan pelaksanaan program pengampunan pajak terakhir kali diimplementasikan pada 1984.
Ketika itu pemerintahan ini dipimpin Soeharto. Faktanya, kebijakan tersebut gagal karena lemahnya data basis pajak.
"Jadi sudah 30 tahun tidak ada tax amnesty karena memang tax amnesty jangka panjang, bahkan di negara lain baru diterapkan setelah 20 tahun. Kalau setiap tahun diampuni pajaknya, itu berarti wajib pajak nakal-nakal semua," ucap Bambang.
Bambang menegaskan pelaksanaan pengampunan pajak menjadi keperluan bagi negara ini mengingat ada potensi kekurangan (shortfall) penerimaan pajak cukup signifikan dan penurunan rasio pajak terhadap PDB.
"Jadi tax amnesty itu keperluan karena ada yang menikmati pertumbuhan, tapi tidak bayar pajak dengan benar," ujar Bambang. (Alvin/Gdn)**