Liputan6.com, Paris - Tak ada yang menyangka Khalid Ben Larbi bisa menjadi anggota ISIS. Ia bergaya hidup hedonis, mirip perilaku anak muda Eropa lainnya.
Hingga suatu hari, tahun lalu, dia pamit bertempur ke Suriah. Lalu, pada Januari lalu, pemuda 23 tahun itu kembali ke Belgia, namun ia tewas saat polisi memburu kelompok ISIS di negara itu. Senapan Kalashnikov ada di tangannya.
Ben Larbi adalah pemuda yang jauh dari kriteria taat beragama, kunjungan ke masjid pun bisa dihitung dengan jari. Komunitas muslim di Molenbeek, Belgia, mengenali dia sebagai pemuda 'biasa saja'. Sama dengan kedua bomber Paris, Abdeslam bersaudara yang memiliki kafe di salah satu sudut kota itu. Pun dengan Abelhamid Abaaoud
Di kota itu, Ben Larbi dan Abdeslam bersaudara, Abelhamid Abaaoud adalah pemuda yang sering terlibat dengan obat-obatan terlarang dan aksi kriminal. Mereka juga tidak pernah diajarkan tentang ajaran radikal di masjid karena komunitas itu mengajarkan Islam yang moderat.
Para pemuka agama di Masjid Molenbeek memperkirakan perubahan perilaku Ben Larbi dan kawan-kawan disebabkan pengaruh ISIS dari internet yang menjanjikan petualangan serta nama besar.
Banyak keluarga muslim di Molenbeek dan wilayah lain kaget banyak kaum mudanya teradikalisasi dengan 'ulama jalanan', media sosial dan cerita-cerita dongeng di Suriah.
"Ibunya luar biasa kaget (saat mengetahui Bn Larbi ke Suriah). Bahkan hingga kini, ia tak lagi keluar rumah," kata seorang perempuan yang kenal keluarga itu kepada Reuters, Senin 23 November 2015, saat polisi mencari tersangka teror Paris 13 November.
"Dia pamit pergi jenguk temannya, tapi keluarga kaget, mereka mendapati anak laki-lakinnya, terbang ke Suria," tambahnya. Keluarga Ben Larbi tak bisa dikontak hingga kini.
Baca Juga
Advertisement
Ben Larbi pergi ke Suriah dengan pria dari Molenbeek lain, yaitu Abdelhamid Abu Oud. Ia adalah salah satu tersangka perancang penyerangan Paris. Abu Oud tewas ditembak Polisi minggu lalu.
Pemuda-pemuda itu memposting video tentang ISIS. Abu Oud, 28 tahun, dipercaya telah merayu pemuda Molenbeek lain agar ikut dengannya.
"Masalah Suriah telah memecah-belah kami," kata Jamal Habbachich, ulama yang memimpin 22 masjid di Molenbeek.
"Keluarga datang ke kami mengadu penuh kesedihan dan kehancuran," ujarnya lagi.
Krisis Identitas
Menurut Olivier Vanderhaegen, petugas anti-radikalisasi remaja di Molenbeek, keluarga para simpatisan ISIS kebanyakan tidak melaksanakan praktik agama Islam dan memiliki pengetahuan minim soal agama.
Molenbeek adalah wilayah padat dengan angka pengangguran pemuda yang tinggi. Masalah sosial itu diperparah dengan kenakalan remaja di permukiman kumuh. Belum lagi perasaan rendah diri yang mendera warga keturunan Maroko yang tidak merasa jadi bagian dari Maroko atau Belgia.
"Radikalisasi yang kini kita lihat adalah akibat dari krisis identitas," kata Vanderhaegen.
Salah Abdeslam, yang saat ini menjadi buronan polisi, dulu adalah pengelola bar yang terlibat jaringan narkoba. Abdeslam kenal dengan Abaaoud di penjara, keduanya ditahan karena tindak pencurian ringan.
Baru pada awal tahun ini, menurut kakaknya, Mohamed, Salah dan adiknya, Brahim, mulai salat dan tidak mengonsumsi alkohol. Brahim, pemilik bar yang dikelola oleh Salah, meledakkan diri di kafe Voltaire Comptoir di Paris.
Kakak-beradik Abdeslam adalah cucu dari imigran Maroko yang diundang ke Belgia pada 1960-an saat negara itu kekurangan tenaga kerja.
Alasan lain betapa mudahnya remaja di Molenbeek teradikalisasi juga karena faktor kurangnya pemuka agama yang bisa berbahasa Prancis di wilayah itu.
Hal tersbut diakui oleh Habbachic, yang mengatakan bahwa ada dua imam di daerah itu, dan hanya satu yang bisa berbahasa Prancis.
Vaderhaegen mengatakan, hal tersebut membuat para remaja Molenbeek mudah terpancing oleh para 'ulama jalanan' seperti organisasi sharia4Belgium dengan kampanye media sosial yang luar biasa.
"Sharia4Belgium bebas berkeliaran di jalanan kami sebelum polisi mulai bertindak," kata Habbachic.
Walikota Molenbeek, Francois Schempmans, tak menyangka kotanya telah menjadi cikal bakal ISIS di Eropa. Semenjak 2014, empat petugas telah memata-matai tindak-tanduk kegiatan teroris di antara 200 ribu penduduknya. "Tapi ternyata, tak cukup," tuturnya.
Lebih dari 350 warga Belgia terbang ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Angka itu tertinggi diantara negara Eropa lainnya. (Rie/Yus)