Liputan6.com, Jakarta - Transaksi perdagangan Indonesia dan China ke depan akan menggunakan mata uang renminbi atau Yuan sebagai alternatif pembayaran, selain dolar Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia dari mata uang Negeri Paman Sam itu.
Mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi mengatakan akan meminta Menteri Perdagangan (Mendag) dan Bank Indonesia (BI) untuk menggunakan Renminbi dalam kegiatan ekspor impor.
"Kita tidak perlu banyak cari dolar AS. Kalau ada insentifnya, pasti diberlakukan dan ini masih dibicarakan antara Mendag dan BI. Mungkin tahun depan kita sudah mulai bisa menggunakan Renminbi dan bank-bank tidak tergantung dolar AS," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Sofjan, transaksi perdagangan ekspor dan impor antara Indonesia dengan China mencapai lebih dari US$ 30 miliar. Negeri Tirai Bambu ini merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia.
"Nilai Renminbi memang sudah dilemahkan, tapi masih lebih rendah dari dolar AS. Jadi buat neraca perdagangan kita bisa lebih baik dan kemungkinan guncangan dolar AS tidak ada. Jadi ini menguntungkan dunia usaha," papar Ketua Tim Ahli Wapres itu.
Saat ini, Sofjan mengaku, Indonesia diguyur bilateral swap agreement oleh China senilai US$ 20 miliar atau naik Rp 5 miliar dari sebelumnya US$ 15 miliar. "Suplainya kan kita sudah diberi US$ 20 miliar. Yang penting perlu disosialisasikan ke pengusaha," ujarnya. (Fik/Zul).