Liputan6.com, London - Adolf Hitler konon punya sederet senjata mematikan untuk memastikan Jerman -- yang kala itu dicengkeram Nazi -- keluar sebagai pemenang dalam Perang Dunia II.
Misalnya tabun (GA), zat bening, tak berwarna, tak berasa, yang baunya mirip buah namun bisa melumpuhkan syaraf dan berefek mematikan.
Hitler juga berniat membangun sebuah senjata super. Kala itu, pada tahun 1943, untuk kali pertama sejak Perang Dunia II bermula, bom-bom Sekutu menghancurkan kota-kota di Jerman. Sang fuhrer pun meradang dan tak terima.
Ia pun memerintahkan pembangunan senjata super yang rencananya akan digunakan untuk membombardir Kota London dari dua buah bunker besar di wilayah Pas-de-Calais, Prancis utara.
Senjata itu berupa meriam yang diberi nama V-3 (Vergeltungswaffe 3). Nantinya, itu akan menjadi senjata terbesar yang di dunia pada masanya. Namun, mesin pembunuh yang mengesankan itu tak pernah digunakan dalam pertempuran karena menghadapi sejumlah kendala teknis.
Proses pembangunan senjata itu juga misterius. Sebab, V-3 telah dihancurkan dan hanya sedikit foto serta video tentangnya yang berhasil selamat.
V-3 dibangun di bunker besar yang tersembunyi di bawah tanah, di bukit kapur Prancis utara. Di Benteng Mimoyecques.
Gagasan awalnya, sebanyak 25 V-3 dihadapkan ke arah London, yang berjarak 100 mil jauhnya, mengirimkan 1 bom per menit. Cara itu diyakini akan membalikkan posisi pemenang perang, seperti yang diinginkan Hitler.
Masing-masing laras meriam memiliki panjang 130 meter, dengan kemiringan 50 derajat -- sudut yang tepat untuk menggapai London.
Proyektil yang diluncurkan bisa mencapai ibukota Inggris itu dengan kecepatan 1.500 meter per detik.
Baca Juga
Advertisement
Dr Hugh Hunt, ahli teknik dinamika dari University of Cambridge mengatakan, para insinyur Hitler menghadapi kesulitan untuk mengembangkan senjata tersebut.
"Mungkin akibat kebocoran gas panas yang melewati segel di belakang proyektil," kata dia seperti dikutip dari Daily Mail, Selasa (24/11/2015).
Masalah juga dihadapi dari sisi desain, khususnya terkait bentuk proyektil yang sempurna yang aerodinamis pada kecepatan supersonik. Dan harus stabil.
Namun, dalam uji permulaan, proyektil menjadi tak terkendali. Dan, masalah itu tak pernah terselesaikan.
Ledakan yang Membunuh Kennedy
Awalnya, pihak Sekutu sama sekali tak tahu bahwa Jerman sedang membangun sebuah senjata super.
Pada 1943, mata-mata Prancis melaporkan Jerman sedang merencanakan serangan ke Inggris, menggunakan senjata rahasia.
Kegiatan abnormal di fasilitas Mimoyecques diketahui berdasarkan analisis Allied Central Interpretation Unit pada September 1943 -- yang mengungkap jaringan rel Jerman yang mengarah ke sebuah terowongan raksasa.
Meski demikian pihak Sekutu masih bertanya-tanya, apa gerangan yang dilakukan pihak Nazi.
Hingga akhirnya, sejumlah serangan bom diarahkan ke Mimoyecques antara November 1943. Serbuan pertama hanya menyebabkan kerusakan kecil yang menghentikan proyek pembangunan V-3. Diikuti serangan lainnya.
Pada 6 Juli 1944, pasukan Royal Air Force mulai membombardir situs tersebut, menggunakan bom yang bisa menembus kedalaman tanah: Tallboy.
Bom yang diciptakan insinyur Inggris Barnes Wallis berefek luar biasa. Dijatuhkan dari ketinggian 15.000 kaki, bom itu didesain mengubur dirinya di dinding kapur -- hingga kedalaman 15 meter -- dan memicu gempa kecil yang meruntuhkan terowongan. Sekitar 300 warga Jerman dan para pekerja paksa terkubur hidup-hidup karenanya.
Setelah serangan tersebut, pihak Jerman melakukan rapat penting yang dipimpin Hitler. Pemimpin Nazi itu memerintahkan perubahan besar-besaran di situs pembuatan V-3.
Sementara itu, pihak Sekutu terus melakukan serangan. Ternyata, tak mudah untuk menghancurkan V-3.
Amerika Serikat berniat menyerang instalasi itu menggunakan drone yang dikendalikan dengan remote-control -- yang membawa 12 ton bahan peledak bekekuatan tinggi.
Ide lainnya, menabrakkan pesawat tak berawak atau drone ke situs Mimoyecques, near Calais. Misi itu, yang memiliki kode Project Anvil, berakhir tragis.
Kala itu, 12 Agustus 1944, Joe Kennedy Junior, pilot pesawat tempur sekaligus kakak John F. Kennedy -- bakal presiden AS sedang menerbangkan pesawat B-24 Liberator.
Bersama kopilot Wilford Willy, mereka menerbangkan pesawat di ketinggian jelajah, sesuai rute yang direncanakan.
Tiba-tiba, tanpa peringatan, pesawat meledak di atas Blythburgh, Suffolk, hanya 20 menit setelah mengudara.
Kennedy dan Willy tewas dan jasadnya tak pernah ditemukan, saking hebatnya ledakan.
Penyebab Kematian Kennedy tak diketahui selama 70 tahun. Dokumen yang ditemukan baru-baru ini menunjukkan, solenoid, sejenis elektromagnet yang digunakan dalam bom diduga memicu ledakan prematur pada drone.
"Seandainya tak ada serangan Tallboys pada 6 Juni 1944, juga misi yang menewaskan Kennedy pada 12 Agustus, instalasi Mimoyecques mungkin tak bisa dihancurkan dengan mudah -- sebelum ia akhirnya membawa malapetaka ke London," tambah Hunt. (Ein/Rcy)
Advertisement