Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan UPS di sejumlah sekolah di Jakarta pada APBD Perubahan 2014, Fahmi Zulfikar mengaku belum akan mundur dari kursi anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Hanura. Padahal, Fahmi telah berstatus tersangka atas kasus tersebut.
Ia mengatakan, partainya belum menginstruksikan dan memutuskan apakah harus mundur dari jabatannya setelah menyandang status tersangka.
"Ya kalau parpol mengatakan saya harus mengundurkan diri saya mengundurkan diri. Ya itu sih (keputusan mundur) belum ada (dari partai)," kata Fahmi usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Menurut Fahmi, hingga kini ia masih menjalankan amanat partainya sebagai anggota Dewan, meskipun ia terbelit kasus dugaan korupsi. Ia beralasan, belum adanya keputusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) dari pengadilan yang membuatnya belum mau mundur dari kursi anggota Dewan.
Baca Juga
Advertisement
"Saya patuh aturan, aturan menyebutkan bahwa (harus) inkracht. Kedua, kalau partai mengatakan tak perlu inkracht, mundur hari ini. Saya mundur," ucap dia.
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim sebelumnya menetapkan Fahmi Zulfikar dan M Firmansyah sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada APBD-P DKI Jakarta 2014.
Dengan demikian, ada 4 orang yang telah ditetapkan tersangka dalam perkara itu, setelah Alex Usman dan Zaenal Soleman telah lebih dulu berstatus tersangka atas kasus itu.
"Sudah tersangka FZ (Fahmi Zulfikar) dan MF (M Firmansyah), setelah melalui gelar perkara," kata Kepala Bagian Analisa dan Evaluasi Bareskrim Polri Kombes Hadi Ramdani di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin 16 November 2015.
Fahmi Zulfikar merupakan anggota DPRD dari Fraksi Partai Hanura, sementara M Firmansyah, mantan anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrat. Kedua tersangka pernah menjabat anggota DPRD DKI periode 2009-2014.
Hadi mengatakan untuk peran tersangka masih didalami penyidik, tapi menurut dia penetapan ini dilakukan karena mereka diduga turut serta dalam kasus yang merugikan negara lebih dari Rp50 miliar ini. (Ali/Ans)