Liputan6.com, Jakarta - Jutaan buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Upah (KAU) melakukan mogok nasional di sejumlah daerah. Aksi tersebut salah satunya dilatarbelakangi oleh tuntutan kepada pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Penetapan Upah.
Menanggapi tuntutan tersebut, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri menilai PP Pengupahan merupakan kebijakan terbaik yang telah dibuat pemerintah untuk melindungi para pekerja.
"Pekerja itu terlindungi, agar mereka tidak dibayar murah. Mereka tetap bisa bekerja dan tidak kena PHK. Dunia usaha juga terlindungi karena ada kepastian sehingga dunia usaha bisa berkembang dan membuka banyak lapangan kerja. Jadi ini sudah keputusan terbaik," ucap Hanif di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 24 November 2015.
Terkait protes ribuan buruh, Hanif menilai pro dan kontra terhadap kebijakan merupakan hal wajar.
"Dalam kehidupan berbangsa itu keinginan 100 persen sulit terpenuhi. Karena kepentingan kita dalam masyarakat ini kan pasti beda-beda. Tapi saya pastikan PP Pengupahan ini sudah mengakomodir semua kepentingan," ucap dia.
Baca Juga
Advertisement
Karena menganggap telah mengakomodir kepentingan pekerja dan pengusaha, Politikus PKB itu mengaku heran dengan tuntuan yang meminta agar PP tersebut dicabut. Ia mempertanyakan bagian mana dari PP tersebut yang dianggap merugikan pihak pekerja.
"Yang dicabut apanya. Saya kasih contoh ini di daerah-daerah yang menetapkan UMP berdasarkan PP ini, kenaikannya jelas 11,5 persen. Nah, ada daerah yang tidak menggunakan PP, tahu berapa kenaikannya? Hanya 6-9 persen. Artinya menggunakan PP ini kebaikannya jauh lebih signifikan. Artinya ini kan sudah bagus sebenarnya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja," kata Hanif.
Hanif menyayangkan bila aksi mogok terus dilanjutkan. Ia pun prihatin dengan aksi mogok nasional yang justru diartikan sebagai aksi demonstrasi di pusat-pusat keramaian di beberapa kota.
"Mogok nasional itu gak ada. Coba baca aturannya. Saya minta kita semua membantu menjelaskan pada masyarakat, kalau mogok nasional itu di pabrik. Mogok itu syaratnya menurut ketentuan aturan perundang-undangan adalah kalau perundingannya deadlock, nah, itu baru. Kalau unjuk rasa ya lain lagi soalnya," pungkas Hanif. (Ron/Dan)