3 Kisah Pahit Korban Salah Tangkap

Dengan perban di pelipis dia menceritakan detik-detik penangkapan saat dirinya disangka bagian dari komplotan pencurian mobil di Jakarta.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 25 Nov 2015, 19:40 WIB
Ilustrasi garis polisi.

Liputan6.com, Jakarta - Sederet cerita tak menyenangkan harus dialami mereka yang menjadi korban salah tangkap. Luka-luka di badan hingga trauma psikologis.

Sebagai permintaan maaf, korban-korban salah tangkap akan mendapatkan ganti rugi berupa uang. Hal ini dijamin undang-undang.

Menjelang hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2015, ganti rugi yang semula hanya berkisar Rp 5 ribu-Rp 1 juta saja kini naik 200 kali lipat hingga ratusan juta rupiah. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bersama Polri, Kejaksaan, Kemenkeu, dan Sekretariat Negara mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Ganti Rugi Korban Salah Tangkap.

Ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 1 juta kini naik menjadi Rp 500 ribu-100 juta. Sementara mereka yang mengalami luka atau cacat yang sebelumnya diganti Rp 5 ribu-Rp 3 juta saat ini mendapatkan Rp 25 juta-100 juta.

Sedangkan para korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat yang meninggal dunia diganti Rp 50 juta-600 juta. Sebelumnya ganti rugi yang diterima hanya Rp 5 ribu-3 juta.

Meski ganti rugi tak menjamin trauma mereka bakal hilang, namun diharapkan dapat meringankan beban para korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Seperti yang dialami Robin Napitupulu. Pada 2013 lalu usianya 26 tahun. Dengan perban di pelipis dia menceritakan detik-detik penangkapan saat dirinya disangka bagian dari komplotan pencurian mobil di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

Robin harus babak belur dihajar polisi. Sebelum akhirnya dia dibebaskan lantaran tak terbukti bersalah dan mendapatkan sejumlah ganti rugi dari kepolisian.

Pengalaman ini tak cuma dialami Robin. Berikut kisah pahit para korban salah tangkap yang dihimpun Liputan6.com, Rabu (25/11/2015):


Ditangkap Saat Antar Adik

Eko Prasetyo (22), seorang warga diduga menjadi korban salah tangkap oleh anggota Satpol PP saat penggusuran permukiman padat penduduk di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, pada 20 Agustus 2015 lalu.

Warga Gang Banten 8, Kampung Melayu, Jatinegara itu menjadi korban pemukulan oknum Satpol PP karena diduga sebagai provokator kericuhan. Eko mengalami luka memar di bagian kepala dan wajah sebelah kanan.

Dia juga sempat tak sadarkan diri saat dibawa ke Rumah Sakit St Carolus untuk mendapatkan perawatan.

Kala itu, Eko disebut-sebut hendak menjemput adiknya pulang sekolah di dekat Kampung Pulo, Jakarta Timur. Dia diduga terperangkap di kerumunan massa hingga anggota Satpol PP menangkap dan memukuli dia.

Kapolres Jatinegara, Kombes Umar Faroq, sempat berjanji akan mengusut kasus ini. Dia menegaskan akan menindak anggota Satpol PP yang menganiaya Eko Prasetyo (22).

Gubernur Ahok pun menyayangkan peristiwa itu. Dia juga berjanji akan menindak oknum Satpol PP yang diduga melakukan penganiayaan tersebut.


Dosen UI Disangka Copet

Sejarawan lulusan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal tengah berjalan di pelataran Depok Town Square (Detos), Depok, Jawa Barat, pada 5 Desember 2009 lalu saat tiba-tiba sejumlah anggota polisi menggerebeknya. Para polisi yang tengah berjaga di konser musik itu menduga Rizal terlibat pencopetan.

Dia lalu dianiaya hingga memar. Rizal juga mengaku trauma.

3 anggota Polsek Beji itu tidak membantah telah melakukan penganiayaan terhadap sang dosen. Mereka lalu dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan dan divonis 3 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok.

Vonis ini memang lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 5 bulan penjara. Karena itu para terdakwa tidak mengajukan banding.

Sementara sebagai korban JJ Rizal mengaku puas dengan berapapun hukuman yang dijatuhkan majelis hakim. Dia hanya berharap kasus ini bisa menjadi contoh bagi para korban tindakan kekerasan oleh polisi agar tidak takut melapor.


Ditembak Dikira Perampok

12 Oktober 2013, Robin Napitupulu tengah memanaskan mobil saat tiba-tiba 2 polisi turun lalu menembaki kendaraannya. Beruntung, Robin masih bisa mengelak dari terjangan peluru polisi yang menghampirinya.

Dia spontan menunduk dan terhindar dari 4 tembakan polisi yang melubangi sisi kanan mobil Toyota Rush hitam miliknya. Robin yang panik pun melesat kabur dengan mobilnya demi menghindari tembakan susulan. Namun, dia malah diteriaki maling dan dikejar polisi serta warga.

Terjebak, dia akhirnya digelandang di Kantor RW setempat dan sempat dianiaya petugas saat diinterogasi. Penganiayaan berakhir setelah warga mengenali Robin yang kerap berkunjung ke rumah kekasihnya di kawasan Koja, Jakarta Utara. Sebanyak 20 jahitan harus diterimanya.

Akhirnya, kepolisian mengaku telah melakukan salah tangkap. Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Fadil Imran mengakui adanya kelalaian yang dilakukan anggotanya.

Menurut dia, ketika itu anggotanya sedang mengejar salah satu sindikat pencurian mobil. Anggota menyasar sebuah mobil Daihatsu Terios milik pelaku dan didapat informasi mobil itu berada di kawasan Koja, Jakarta Utara. Polisi pun menemukan mobil milik Robin.

"Di sinilah terjadi miss. Terios yang dimaksud bukan yang dikendarai rekan pelaku. Ternyata punya Robin Napitupulu," ujar Fadil pada 13 Oktober 2013.

Sementara 5 anggota kepolisian yang diduga mengetahui insiden tersebut diberi sanksi sementara dibebastugaskan dari kedinasan. Kasus salah tangkap itu juga dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. 

Polda Metro Jaya juga berjanji mengganti biaya rumah sakit dan mobil Robin yang rusak. Seperti dijanjikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya kala itu, Kombes Pol Rikwanto.

"Robin dan anggota polsek sudah ada titik terang, dengan biaya rumah sakit yang ditanggung dan akan dapat mobil baru," kata Rikwanto pada 17 Oktober 2013. (Ndy/Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya