Liputan6.com, Jakarta Pendiri Rumah Sakit (RS) Apung, dr Lie Dharmawan mengimbau dokter tidak memeras orang miskin karena mereka akan menangis ketika pulang sebab tidak memiliki uang untuk kebutuhannya.
"Jika ingin menjadi dokter, maka jangan memeras orang miskin karena jika tidak memiliki jiwa sosial, maka pasien miskin akan terlantar," kata Lie Dharmawan dalam Kunjungan dan Diskusi Pelayanan Kesehatan di Perifer Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FK UKWMS), Senin.
Advertisement
Ia mengatakan, sebagai seorang dokter harus memiliki komitmen melayani masyarakat sehingga demi mewujudkan komitmen tersebut ia menjual satu dari dua rumahnya untuk membeli sebuah kapal yang dipergunakan sebagai Rumah Sakit (RS) Apung.
"Kapal ini bukan milik saya. Ini milik masyarakat Indonesia yang membutuhkannya, meskipun ukurannya kecil, RSA pertama di Indonesia tersebut mampu melakukan berbagai pelayanan kesehatan termasuk operasi kecil dan besar," tuturnya.
Menurut dia, pihaknya pernah melayani pasien di sekitar Pulau Komodo karena harus mengoperasi pasien saat sedang berlayar di perairan dangkal, dan ada kemungkinan kapal bisa kandas bila harus berhenti.
"Pasien saya operasi di atas kapal yang sedang bergerak dan hasilnya operasi berhasil. Dalam hal itu ada tips khusus tentang melakukan operasi di dalam kapal yang bergoyang-goyang diterpa ombak, dengan berdiri di atas satu kaki, kadang kanan kadang kiri menyesuaikan arah gerakan kapal," ujarnya.
Selain itu, ia menambahkan pihaknya juga menceritakan terkait pendanaan RS Apung, karena sebagian orang penasaran bagaimana pihaknya mendapatkan dana untuk mengelola RS Apung, dan pihaknya sama sekali tidak mendapat dukungan dari BUMN.
"Kami seluruhnya dapatkan dari donasi swasta, ada yang sekali menyumbang bisa sampai Rp25 juta, tetapi yang paling banyak justru dari golongan akar rumput yang menyumbang kami dengan angka Rp 10 ribu, dan itu sangatlah berarti," jelasnya.
Masalah perijinan RS Apung, lanjutnya yang belum ada dasar resmi dari negara tidak sekalipun mengurungkan niatnya untuk tetap menjalankan praktek, karena belum ada dasarnya dalam undang-undang.
"Apabila suatu saat ada yang menentang, saya siap saja kalau harus dipenjara, namun kita tidak boleh tidak beroperasi karena penyakit tidak tunggu menunggu, selama ada kesempatan untuk menolong kita harus ambil," tandasnya.