Regulasi Tekan Industri Hasil Tembakau

Tahun lalu, industri hasil tembakau telah merumahkan setidaknya 10 ribu pekerja.

oleh Arthur Gideon diperbarui 26 Nov 2015, 17:23 WIB
Ketakutan petani tembakau akan produksi daun tembakau yang bakal menurun tidak terbukti.

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesial (Gappri) menilai industri hasil tembakau (IHT) sudah seharusnya menyandang predikat sebagai pejuang ekonomi bangsa pada akhir tahun ini. Pasalnya, kontribusi mereka untuk penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari sektor cukai hasil tembakau sangat besar. Namun sayangnya industri ini terus mendapat tekanan dari regulasi.

Ketua Gappri, Ismanu Soemiran menjelaskan, IHT telah menyetor 95 persen penerimaan negara dari sektor cukai yang dihasilkan dari industri nasional keretek. Namun, setoran yang cukup besar itu seperti angin lalu bagi pemerintah.

Bahkan, pemerintah terus memberikan beban kepada industri hasil tembakau. Salah satunya dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan IHT membayar cukai di muka sebelum waktunya.

Dalam aturan tersebut, pembayaran yang seharusnya di Januari atau Februari 2016 sudah harus dibayar pada Desember 2015. Jumlahnya sangat besar dan dipastikan akan mengganggu pengelolaan keuangan perusahaan (cash flow).


Gappri mencatat, setoran IHT senilai kurang lebih Rp 20 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembayaran cukai, pajak pertambahan nilai, dan pajak daerah dan retribusi pendapatan daerah. “Ini negara disubsidi IHT,” ujar Ismanu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Karena setoran yang cukup besar itu, ia melihat bahwa IHT layak disebut pejuang ekonomi bangsa. “Apa ada dalam sejarah ekonomi kita, industri yang mampu membayar seperti itu?” tegasnya.

Ismanu mempertanyakan sikap pemerintah yang memaksa IHT untuk setor cukai lebih awal. Dia mengungkapkan, betapa beratnya IHT saat ini menyediakan uang cukai yang disetor di depan itu.

"Dengan instrumen kebijakan dan siasat apa yang akan digunakan oleh IHT untuk memenuhi target tersebut? Bisa tidak pemerintah mencarikan cara bagaimana IHT bisa setor cukai yang nilainya sebesar 2,5 kali nilai transaksi satu bulan,” kritik Ismanu.

Tanpa tekanan cukai seberat itu pun seberanya kinerja IHT terus melemah sehingga harus memutus hubungan kerja dengan puluhan ribu karyawannya.

Tahun lalu, IHT sudah mem-PHK setidaknya 10 ribu pekerja. Tahun ini jumlah itu bertambah menjadi 15 ribu pekerja dan diperkirakan akan melonjak sangat besar tahun depan.

Jumlah pabrik rokok pun menyusut drastis, sejak 2009, ada 4.900 pabrik rokok. Dengan kenaikan tarif cukai tiap tahun, akhir 2014 hanya tinggal 600 pabrik. “Itu pun yang aktif mengajukan pita cukai hanya 100, sisanya 500 hampir kolaps,” pungkas Ismanu. (Gdn/Zul)*

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya