Liputan6.com, Jakarta - Anggota Pansus Pelindo II Nurdin Tampubolon, mendesak Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino segera diberhentikan sementara. Menurut dia, langkah ini penting diambil agar tak terjadi penyalahgunaan wewenang di tengah penyidikan yang digelar Pansus Pelindo II.
Nurdin menyampaikan hal tersebut di depan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, saat Pansus Pelindo II mengajukan surat resmi pemberhentian Lino kepada Fahri.
"Hal ini sesuai permintaan para karyawan Pelindo II dan Jakarta International Container Terminal (JICT) yang merasa terancam, tertekan, bahkan dipecat, sehingga tidak merasa nyaman. Mereka mengusulkan supaya RJ Lino bisa diberhentikan sementara," ucap anggota Fraksi Partai Hanura itu dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Menurut Nurdin, bila Lino diberhentikan, maka Pansus bisa bekerja dengan tenang. Sebab, tidak ada lagi intervensi dari para Direksi Pelindo II.
"Kalau ternyata Lino (dinyatakan) tidak ada masalah, maka kita akan bersihkan namanya dan bisa bekerja kembali," ujar Nurdin.
Baca Juga
Advertisement
Tak Ada Pekerja Asing
Adapun saat delegasi Pansus Pelindo II menggelar inspeksi mendadak atau sidak ke JICT, Nurdin tak menemui sama sekali para pekerja asing di sana,
"Saya sama sekali tidak melihat orang asing bekerja di JICT. Padahal, perusahaan asing asal Hong Kong, Hutchison Port Holding (HPH) memiliki saham sebesar 51%, Pelindo II 49%. Jadi, sebenarnya tidak perlu dikelola oleh asing," beber Nurdin.
Temuan lainnya, imbuh Nurdin, sesuai laporan yang disampaikan Serikat Pekerja JICT, Pelabuhan Koja juga sahamnya dikuasai HPH. Padahal, tadinya dimiliki oleh Pelindo II dan swasta nasional. Yang janggal adalah kontrak baru akan berakhir tahun 2018.
"Saya mendapat info sudah diperpanjang lagi masa kontraknya, padahal belum habis. Ini harus dicari kebenarannya," seru anggota Komisi XI DPR ini.
Politikus dari Dapil Sumatera Utara tersebut menambahkan, masalah kawasan pelabuhan baru (new port) di Pelindo II yang dibangun senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 60 trilliun, ternyata akses jalannya belum ada.
"Harusnya rumah-rumah masyarakat di sana sudah dibebaskan, karena akan menimbulkan kemacetan di lingkungan warga. Tadinya new port akan dibangun di Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat," sambung Nurdin.
Menurut Nurdin, perlu ada pemeriksaan lebih lanjut soal temuan ini. Pembangunan pelabuhan yang bergeser ke Kalibaru mesti ada penjelasannya tersendiri.
Hasil temuan saat sidak ini, lanjut Nurdin, akan dirapatkan di Pansus Pelindo berikutnya. Apalagi, kasus yang ada di Pelindo II, ternyata tidak hanya mobile crane. Banyak kasus yang perlu diungkap satu per satu. (Ans/Sun)