Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan mengenakan sanksi kepada perusahaan penyalur bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang tidak mencampur biodiesel dengan solar. Langkah ini seiring mandat peningkatan campuran biodiesel menjadi 20 persen pada tahun depan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Sofyan Djalil usai rapat koordinasi tentang Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mengatakan, pemerintah ingin menegakkan peraturan lebih ketat agar industri melaksanakan amanat tersebut.
"Jadi pendekatan hukum, misalnya kalau tidak mencampur (biodiesel dan solar) harus didenda. Denda itu harus dilaksanakan supaya efektif," tegas Sofyan saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jumat (27/11/2015).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu mengaku, jika lalai atau mangkir dari kewajiban mencampur biodiesel dengan solar, maka perusahaan yang ditunjuk BPH Migas untuk menyalurkan BBM bersubsidi ini akan kena denda Rp 6.000 untuk setiap liter.
"Itu targetnya karena kita ingin mengurangi emisi karbon sampai 20 persen dan energi terbarukan dari energy mix jadi target nasional. Jadi bukan membela sawit melainkan untuk mengejar target energy mix 23 persen sampai 2025," jelasnya.
Saat ini, perusahaan yang melakukan pencampuran solar dengan minyak kelapa sawit di Indonesia, salah satunya PT Pertamina (Persero). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut juga merupakan pemenang tender penyaluran BBM bersubsidi bersama PT AKR Corporindo Tbk.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro mengatakan, tahun depan sesuai dengan roadmap pemerintah akan menaikkan persentase mandatori pemanfaatan FAME pada bahan bakar diesel dari saat ini yang berada di level 15 persen untuk PSO dan industri dan 25 persen untuk ketenagalistrikan, menjadi 20 persen dan 30 persen.
Total proyeksi kebutuhan FAME yang dapat dipasok Pertamina pada tahun depan diperkirakan mencapai 5,14 juta kl, terdiri dari 2,76 juta kl untuk PSO 1,12 juta kl untuk biosolar industri, dan 1,26 juta kl Biosolar yang dipasok untuk pembangkit listrik. Besaran ini lebih tinggi dibandingkan dengan proyek awal sekitar 4,8 juta kl.
“Apabila diasumsikan rata-rata indeks harga gasoil tahun depan di kisaran US$ 60 per barel, maka Pertamina akan menghemat devisa sebesar US$ 1,94 miliar. Langkah ini menjadi satu lagi bukti penting dan konkret upaya Pertamina untuk mencegah aliran devisa ke luar negeri, khususnya dari impor solar,” kata Wianda.
Sementara itu, untuk tahun ini Pertamina menargetkan dapat menyalurkan FAME sebanyak 966.785 kl hingga akhir tahun. Jika asumsi harga indeks pasar gasoil US$60 per barel, penyerapan FAME tersebut setara dengan penghematan devisa sekitar US$ 360 juta.(Fik/Nrm)