Liputan6.com, Jakarta - Di tengah tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat (AS), TNI Angkatan Udara justru memutuskan untuk membeli helikopter AW 101 produksi Italia. Sementara PT Dirgantara Indonesia (Persero) telah merekomendasikan helikpter antipeluru EC-725 Cougar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution ikut menanggapi rencana pembelian capung besi tipe AW 101 tersebut. Ia membantah kebijakan tersebut kontras dengan upaya pemerintah membangun industri dalam negeri.
"Beli helikopter itu tergantung perlunya. Janganlah dikaitkan urusan kurs dan hanya beli helikopter. Semuanya berjalan juga kok, termasuk membangun industri," ujar Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Di sisi lain, ia menilai, menjelang eksekusi kenaikan tingkat bunga acuan Bank Sentral AS pada akhir tahun ini, tren mata uang di hampir seluruh negara melemah, termasuk kurs rupiah.
Baca Juga
Advertisement
"Kecenderungannya memang mata uang lain melemah, bukan hanya rupiah. Jadi sebenarnya kita harus sudah mengeluarkan kebijakan lagi, mudah-mudahan minggu depan," terangnya.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut perihal prediksi rupiah sampai akhir tahun, Darmin mengaku, pemerintah masih harus menunggu langkah The Federal Reserve menyesuaikan suku bunga acuan.
"Nanti dulu. Kita masih menunggu kenaikan tingkat bunga The Fed dua minggu lagi," cetus Mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo melalui anggaran TNI-AU telah membeli Helikopter baru yang dikhususkan untuk pelayanan VVIP. Agusta Westland AW-101, bukan helikopter biasa yang digunakan untuk angkutan udara.
Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsma Dwi Badarmantyo menjelaskan sebenarnya TNI-AU dihadapkan kepada beberapa pilihan helicopter saat ingin memilih armada baru untuk kelas VVIP tersebut.
"Sebenarnya awalnya ada beberapa pilihan, tapi akhirnya pilihan jatuh ke situ (AW-101). Karena kita pertimbangan dari aspek keamanan, kenyamanan dan daya jelajahnya," kata Dwi saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dari pembelian pertama, Dwi mentargetkan helikopter yang dirakit di Italia ini akan datang pertama ke Indonesia pada bulan April 2016. Hingga tahun 2019, ditargetkan TNI-AU akan mengelola 6 helicopter VVIP ini dan sudah masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI-AU 2015-2019.
"Harganya relatif lah, tergantung bagaimana spesifikasi berkembang nantinya, bagaimana aksesorisnya, misalnya berlapis emas ya lebih mahal, terus kalau anti peluru ya lebih mahal juga, tapi pastinya bagaimana itu saya tidak bisa ungkapkan karena ini bagian dari porsedur keamanan," terangnya. (Fik/Gdn)