Liputan6.com, Jakarta Kuasa hukum PT Hitakara, Andi Syamsurizal Nurhadi meminta Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) turun tangan mengambil tindakan tegas terhadap Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hitakara.
Permintaan itu disampaikan Andi menanggapi keputusan PKPU kepada PT Hitakara dari Pengadilan Niaga di Pengadilan negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, pada 24 Oktober 2022. Dalam PKPU ini, Linda Herman dan Tina adalah pemohon PKPU.
“Oleh karenanya kami berharap pada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk mengambil tindakan cepat dan tegas terhadap proses PKPU PT Hitakara, jangan biarkan pelanggaran ini berjalan terus dan semakin blunder,” kata Andi Rabu (12/7).
Andi mengatakan, dalam proses PKPU, pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dan dugaan persekongkolan jahat dari pemohon PKPU. Dia menyebut, dasar hukum permohonan PKPU berkaitan tagihan utang kepada PT Hitakara, tidak bisa dibuktikan.
Andi mempertanyakan majelis hakim dan hakim pengawas pada perkara PKPU PT Hitakara di PN Surabaya yang membiarkan proses PKPU PT Hitakara sarat dugaan persekongkolan jahat.
Padahal, PT Hitakara telah mengajukan permohonan pencabutan PKPU, akan tetapi belum mendapat tanggapan. Pihak MA dan KY diharap mengambil tindakan tegas. Pihak kuasa hukum PT Hitakara telah mengajukan permohonan pencabutan PKPU PT Hitakara sejak 24 Mei 2023. Namun hingga saat ini tidak ada tanggapan.
“Seharusnya pengadilan berupaya menyelesaikan masalah hukum dan bukan justru memfasilitasi terjadinya pelanggaran hukum,” kata Andi.
Andi menjelaskan hubungan hukum antara PT Hitakara dengan para pemohon PKPU yakni Linda Herman dan Tina, adalah untuk menyelesaikan pembangunan hotel. Seluruh kewajiban PT Hitakara membangun dan menyewakan unit hotel kepada para pemohon PKPU, telah terselesaikan.
“Tidak ada kewajiban tertunda lainnya dari PT Hitakara kepada para pemohon PKPU,” kata Andi
Tagihan Utang
Sedangkan tagihan utang yang diajukan pemohon PKPU kepada PT Hitakara, menurut Andi, terkait dengan pembayaran pendapatan bagi hasil atas pengelolaan unit hotel. Sementara, PT Hitakara bukanlah pihak yang mengelola hotel. Pihak yang memiliki hubungan hukum dengan para pemohon PKPU untuk mengelola Hotel Tijili Benoa, adalah PT Tiga Sekawan Benoa.
“Apabila ada pihak yang tidak memenuhi kewajiban pembagian hasil (yang diajukan sebagai dasar permohonan PKPU), maka pihak tersebut adalah PT Tiga Sekawan Benoa, bukan PT Hitakara,” ungkapnya.
Dari berbagai fakta tersebut, Hitakara telah melayangkan surat permohonan pencabutan PKPU bernomor 013/TA.HITAKARA/PKPU/V/2023 tertanggal 24 Mei 2023. Surat itu ditujukan kepada Hakim Pengawas Perkara Nomor: 63/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.NIAGA.SBY. Dan, Majelis Hakim Pemutus Perkara Nomor: 63/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.NIAGA.SBY, melalui tim pengurus.
“Kami juga mengirimkan Surat Permohonan Perlindungan Hukum melalui surat Ref. No.: 006/SRT/TIM ADV-HITAKARA/2023 tertanggal 5 Juli 2023 kepada Yang Mulia Hakim Pengawas Perkara Nomor: 63/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.NIAGA.SBY. Kami tembuskan ke Ketua MA, dan Komisi Yudisial. Lengkap dengan dasar hukum dan fakta-fakta yang terungkap selama proses PKPU. Lagi-lagi, belum ada tanggapan hingga saat ini,” tuturnya.
Andi menduga adanya persekongkolan jahat terkait proses PKPU yang diajukan atas dasar tagihan palsu. Dugaan ini telah dilaporkan ke Bareskrim Polri bernomor : LP/B/0623/X/2022/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 28 Oktober 2022. Laporannya menyasar para Pemohon PKPU dan kuasa hukumnya selaku pihak-pihak yang diduga mengajukan tagihan palsu tersebut.
“Terkait pada proses hukum pidana, kami berharap pihak kepolisian untuk segera menetapkan tersangka terhadap para terlapor yaitu para pemohon PKPU,” pungkas Andi.
Advertisement