Pro-Kontra Komisi III DPR Soal Fit and Proper Test Capim KPK

Ada anggota setuju ada pula yang tidak atas ketiadaan unsur Kejaksaan pada 8 capim pilihan Pansel Capim KPK.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 28 Nov 2015, 11:05 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menyatakan, uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) harus tetap dilanjutkan. Dia berharap awal pekan depan sudah bisa diambil keputusan untuk memilih 5 dari 8 capim KPK yang diserahkan Presiden Jokowi.

"Komisi III harus melanjutkan untuk memilih capim KPK. Selama kawan-kawan anggota yang lain bisa terima, Senin (awal pekan depan) kami akan ambil keputusan," kata Ruhut saat dihubungi di Jakarta pada Jumat 27 November 2015.

‎Menurut dia, penolakan sejumlah Anggota Komisi III DPR atas 8 nama capim KPK --karena tidak ada unsur Kejaksaan-- itu tidak berdasar. Sebab, tidak ada ketentuan perundangan yang mengatur komposisi pimpinan KPK harus ada dari unsur Kejaksaan atau Kepolisian.

"Meski enggak ada pimpinan dari jaksa kan ada deputi dan sebagainya di bawah. Buktinya kemarin (periode lalu) unsur dari Kepolisian tidak ada, bisa saja kan. Saya tidak suka begitu, seleksi jangan kaku," ujar Ruhut.

Mengenai beberapa anggota Komisi III DPR yang menilai hanya 4 dari 8 capim KPK yang bisa dipilih sesuai UU KPK, Ruhut tidak setuju. Dia menilai itu alasan yang mengada-ada.

"Seperti Pak Busyro dan Pak Roby (capim KPK periode lalu) yang sudah dipilih di zaman Pak SBY kan ada itu contohnya, jadi jangan mengada-ada. Jangan cari masalah, DPR jangan menyusahkan Presiden.‎ Ini yang bicara Ruhut anggota Komisi III DPR, bukan pengamat atau pakar yang tidak tahu kondisi di DPR," ‎ungkap politikus Partai Demokrat tersebut.

Sementara anggota Komisi III DPR lainnya, Junimart Girsang mengatakan penolakan Komisi III DPR terhadap 8 capim KPK yang diloloskan oleh 9 Srikandi panitia seleksi (pansel) itu sangat beralasan. Sebagai lembaga antikorupsi, Junimart menyatakan, unsur kejaksaan sangat diperlukan selain amanat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Begini ya, KPK itu kan lembaga penegakan hukum. Bagaimana mungkin kita bicara soal penegakan hukum kalau kita tidak memahami hukum? Bagaimana mungkin jaksa itu bisa bekerja tanpa ada pimpinan jaksa?" tutur Junimart.

Politikus PDIP tersebut mengkhawatirkan, lembaga antirasuah ini akan melemah dalam menindak para pelaku tindak korupsi karena tidak adanya unsur jaksa. Hal tersebut, imbuh dia, yang menjadi pertanyaan Komisi III kepada Pansel Capim KPK.

"Kalau Pimpinan KPK menanyakan proses penuntutan kepada penyidik misalnya, kepada yang tidak paham terhadap anatomi penuntutan ini kan aneh, ini yang kita minta klarifkasi kepada pansel. Karena asalan apa unsur jaksa tidak ada, bagaimana sebenarnya?" tanya Junimart.

Dia menegaskan fraksinya bukan tidak setuju terhadap pilihan pansel. Melainkan ingin mematuhi peraturan yang telah dibuat dan tidak ingin ada celah kesalahan ke depannya terhadap KPK.

"PDIP bukan tidak setuju, itu kan menjadi syarat mutlak dan setahu saya itu penolakan semua fraksi.‎ Kami terus terang, maunya sebelum tanggal 16 (Desember 2015) sudah ada itu pimpinan KPK, kita tidak mau PLT terus kita perlu kepastian hukum. Kita mau ada legal standing, pimpinannya harus punya legal standing," tandas Junimart. (Bob/Ndy)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya