Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sadar banyak pejabat eksekutif yang coba bermain dengan anggaran. Tapi sesungguhnya, mereka bingung bagaimana harus menyusun anggaran.
Menurut dia, ada 2 tipe pejabat DKI. Ada yang benar-benar ingin bermain dan mereka yang terbiasa menyusun anggaran dengan berbagai hal tak perlu.
"Bukan oknum gimana? Mereka sudah biasa puluhan tahun belasan tahun jadi PNS susun anggaran yang beres yang seperti itu memang begitu," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Sabtu (28/11/2015).
Sepanjang penyisiran anggaran, banyak dinas yang mencantumkan kegiatan dengan dana fantastis tanpa tahu tujuannya. Saat diminta memotong anggaran, yang dilakukan pun hanya pemotongan biasa bukan berdasarkan skala prioritas.
"Misalnya, buang yang enggak perlu dia buang nih 50 persen. Nah, kita masih bisa buang lagi 60 persen. Masalahnya, ini soal perlu apa enggak. Anggaran berbasis kinerja itu kan duit ngikutin fungsi dan sayangnya anggaran berbasis kinerja itu baru diterapkan seluruh Indonesia itu baru 2006," jelas Ahok.
Baca Juga
Advertisement
Masalah lainnya, tidak semua pejabat mengerti konsep penyusunan anggaran berbasis kinerja. Mereka lebih banyak menyuruh anak buah untuk menyusun. Bila diminta memotong anggaran, pemotongan dilakukan merata bukan berdasar prioritas.
"Basis kinerja itu enggak ada yang bilang eh tolong potong 20 persen ya. Enggak ada yang seperti itu. Kalau memang belum berfungsi dengan baik yang lain prioritas lebih baik Anda bisa dipotong 90 persen lho, tapi yang lain naik 500 persen. Nah itu berbasis kinerja, banyak pejabat kita berpikiran susun anggaran itu sudah potong 10 persen, 10 persen, 10 persen atau tambah 10 tambah 10. Anggaran itu RKPD, KUAPPAS, APBD, musti jelas itu aja," tukas Ahok. (Bob/Ado)