Liputan6.com, Muara Enim - Puluhan kepala desa (Kades) di wilayah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan, sedang resah. Mereka diwajibkan membeli satu unit komputer jinjing atau laptop seharga Rp 33 juta bila ingin mencairkan Dana Alokasi Desa (DAD) tahap pertama.
Menurut Kades Talang Akar, Heru Martin di Muaraenim, para kades harus membayar satu unit laptop merk Lenovo G40-70 berikut dengan software aplikasi usai pencairan dana desa. Dia juga membenarkan adanya undangan dari BPMPD untuk mengikuti Bimbingan Teknologi (Bimtek) di Gedung Pesos di Palembang.
"Waktu Bimtek, kami diminta untuk tanda tangan, tapi kami tidak tahu kalau tanda tangan menyetujui dana sebesar Rp 33 juta untuk membeli laptop dan perangkatnya. Kami kira itu hanya daftar hadir," kata dia.
Selain itu, beber dia, setiap kepala desa juga diwajibkan untuk membuat monografi desa dengan biaya Rp 15 juta. Jadi total Rp 48 juta satu desa harus dikeluarkan sebagai syarat mencairkan dana desa dari pusat.
"Padahal dana yang akan cair sekitar Rp 200 juta, jika dipotong Rp 48 juta, berapa lagi dana untuk bangun desa, masalah ini sudah kami koordinasikan dengan camat, tapi mereka tidak bertanggung jawab," kata kades lainnya menambahkan.
Advertisement
Sementara, Polres Muaraenim melalui Unit Tipikor secara marathon terus mendalami terkait dugaan pengadaan laptop untuk para kepala desa dengan harga fantastis sangat tinggi.
Kapolres Muaraenim AKBP Nuryanto melalui Kasat Reskrim, AKP M. Khalid Zulkarnain di dampingi Kanit Tipikor, Ipda Robi, mengatakan, pihaknya memang terus melakukan penyelidikan kasus laptop para kades, dan seluruhnya akan dimintai keterangan menyoal dugaan kasus ini.
"Pemeriksaan diawal dilakukan dengan memanggil dua Kades yang dimintai keterangan. Kita juga akan meminta katerangan seluruh kades," ujar Ipda Robi.
Kedua Kepala Desa yang dimintai keterangan yaitu Kades Talang Akar, Heru Martin, dan Kades Benuang, Remi Rudindia di ruang Tipikor Polres Muara Enim.
Dengan kebijakan tersebut hampir 90 persen Kades tidak terima, apalagi mau membayar laptop seharga Rp 33 juta. Beberapa Kades justru mengetahui harga laptop tersebut hanya senilai Rp 5 juta di pasaran.
Mirisnya lagi, bilamana para Kades tidak menerima dan mengikuti kebijakan itu, maka dana desa tahap 2 terancam tidak akan dicairkan. (Ant/Mut)