Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki dugaan penyelewengan yang terjadi di Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dalam pengadaan minyak tahun 2012-2014. Berdasarkan hasil audit forensik dari PT Pertamina (Persero), KPK mulai mengumpulkan data-data terkait hal ini.
Tidak hanya itu, lembaga antikorupsi tersebut juga telah meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait dugaan korupsi di ranah ini.
"Saat ini KPK sedang dalam tahap pulbaket, pengumpulan bahan keterangan. Ada sejumlah dokumen yang ditelaah, ada pula sejumlah pihak yang dimintai keterangan," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi di gedung KPK, Jakarta, Senin (30/11/2015).
Meski demikian, Johan masih enggan mengungkapkan siapa saja pihak yang telah dan akan dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus Petral ini.
"Belum tahu, nanti, nanti. Kita sedang melakukan kajian telaah sejumlah dokumen, sekarang dilakukan sejumlah permintaan beberapa pihak," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Ia juga membantah pernyataan yang menyebut lembaganya telah melakukan pembekuan aset Petral dan melakukan penggeledahan di tempat yang terkait perkara ini.
"Belum ada, orang baru, termasuk berapa lama waktu untuk menyimpulkan. Ini tergantung dari hasil itu, kita kan belum tahu," ujar Johan Budi.
Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya sudah mengatakan potensi pelanggaran hukum dari audit itu akan diserahkan ke aparat penegak hukum. Sudirman juga mengaku bahwa hasil audit tersebut juga akan dijelaskan kepada Presiden Joko Widodo.
Sudirman menjelaskan ada pihak ketiga di luar bagian manajemen Petral dan Pertamina yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM). Mulai dari mengatur tender dengan harga perhitungan sendiri, menggunakan instrumen karyawan dan manajemen Petral saat melancarkan aksi.
Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan. Pihak ketiga tersebut sangat berpengaruh dalam perdagangan minyak mentah dan BBM serta membuat pelaku usaha dalam bidang tersebut mengikuti permainan yang tidak transparan.
Petral sendiri sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015 dan tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina). Sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan dan bebas.
Mafia tersebut diduga menguasai kontrak US$ 6 miliar per tahun atau sekitar 15% dari rata-rata impor minyak tahunan senilai US$ 40 miliar. (Nil/Sun)**