JK: Revisi UU KPK Bukan Barter Politik dengan DPR

JK menilai, adanya pengawas dan kebijakan SP3 atau penghentian kasus di KPK adalah wajar.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 30 Nov 2015, 16:57 WIB
Ekspresi Wapres Jusuf Kalla saat hadiri buka bersama di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (9/7/2015). Presiden, Wapres dan sejumlah pejabat negara menghadiri acara buka puasa bersama yang digelar KPK. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Surabaya - Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, masuknya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 bukanlah barter politik dengan DPR. Diisukan, pemerintah kembali mengusulkan revisi UU KPK demi memuluskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty atau pengampunan pajak.

"Tidak ada, tidak ada barter. Sama sekali tidak ada‎," kata Jusuf Kalla di Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/11/2015).

Pria yang kerap disapa JK ini menjelaskan, rencana untuk merevisi UU KPK agar payung hukum lembaga tersebut lebih relevan dengan masa kini. Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini juga menjamin, revisi tidak akan mengurangi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Semua yang logika saja, yang wajar saja, ada pengawas, ada SP3, penyidiknya itu boleh independen. Tidak ada hal-hal yang mengurangi kewenangan KPK. Yang ada ialah justru agar KPK lebih fokus objektif," tutur dia.

Terkait dengan adanya pengawas KPK dan kebijakan SP3 atau penghentian kasus, JK menuturkan hal itu wajar saja. Sebab, penyidik KPK pun bisa berbuat salah dalam mengusut suatu kasus.

"Coba siapa yang tidak setuju dengan pengawas? Semua setuju kan. Lalu harus ada SP3. Kan manusia biasa itu juga KPK. Kalau dia keliru kan mesti bisa dibebasin," tandas JK.

Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya mengadakan rapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly untuk membahas tentang 2 RUU krusial, yakni RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak. Dalam rapat tersebut disepakati, pemerintah akan mengusulkan kedua RUU itu dan dibahas dalam Prolegnas Prioritas 2015. (Mvi/Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya