Liputan6.com, Jakarta - Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Ubaidi Rosyidi mengatakan, keberadaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) pada mulanya diharapkan bisa mengakomodir permasalahan-permasalahan yang dihadapi para perangkat di Indonesia. Bahkan, sejak awal diharapkan UU Desa itu bisa membuat Indonesia menjadi lebih kuat.
"UU Desa diharapkan bisa buat Indonesia jadi kokoh," ujar Ubaidi yang mewakili 150 perangkat desa di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (30/11/2015).
Sebanyak 150 perangkat desa mendatangi Kemendagri. Kedatangan mereka untuk menyampaikan keluh kesah mereka selama menjadi perangkat desa. Terutama permasalahan kesejahteraan.
"Kami mengeluh karena kami pembantu di kepala desa. Keberadaan kami seolah tidak penting sehingga kesejahteraan kurang baik. Pasal 66 UU Desa katanya disebut akan dapat penghasilan tetap," ucap dia.
Namun, UU Desa itu berlaku begitu saja. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa, kesejahteraan yang diimpikan lewat UU Desa menjadi punah. Pada akhirnya membuat para perangkat desa kini harus gigit jari.
"Kami harap PP itu bisa pertegas penghasilan kami dari alokasi umum APBD kabupaten/kota, bukan seperti ini (tak mengakomodir permasalahan perangkat desa)," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Karena itu, kata Ubaidin, pemerintah perlu mengeluarkan peraturan baru terhadap penghasilan tetap bagi perangkat desa. Sehingga harus ada kesesuaian penghasilan minimal.
"Perlu regulasi penghasilan tetap bagi perangkat desa. Paling tidak ada standarisasi," ujar Ubaidin.
Direktur Evaluasi Desa Kementerian Dalam Negeri Eko Prasetyanto mengakui, persoalan terkait desa di Indonesia banyak sekali. Tak hanya soal kesejahteraan yang masih belum merata.
"Persoalannya kami tangkap bagaimana sampai alokasi dana desa itu ada yang kesejahteraannya meningkat, ada yang tidak," ujar Eko.
Padahal, kata Eko, UU Desa itu diberlakukan untuk melindungi para perangkat desa. Namun kenyataannya, jika suatu kepala desa diganti, maka para perangkatnya juga diganti. Itu juga menjadi persoalan.
"Karena itu perlu pikirkan kesejahteraan itu," ujar Eko. (Nil/Ans)