Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi China yang diprediksi hanya tumbuh rata-rata 6,5 persen per tahun akan mengguncang perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi tersebut melengkapi penderitaan negara ini, selain hantaman dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tingkat suku bunga.
"Risiko terbesar adalah perlambatan ekonomi China, selain kenaikan Fed Fund Rate," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Senin (30/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Supaya perekonomian Indonesia tidak terpuruk akibat pelemahan ekonomi China, pemerintah perlu menggenjot ekspor produk jadi yang bernilai tambah ketimbang jor-joran mengirim barang mentah.
"Itu salah satu strateginya, selain mencari pertumbuhan ekonomi di dalam negeri lewat pengeluaran pemerintah dan investasi asing. Kita manfaatkan ekspor barang jadi dan raih investasi asing dari China sebanyak-banyaknya, bukan lagi memanfaatkan perdagangan," ujar Bambang.
Perihal mata uang Renminbi atau Yuan menjadi mata uang internasional, ia mengaku akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada rupiah ketika melakukan transaksi dagang dengan China.
"Yuan juga bisa dipakai untuk pengelolaan devisa, lebih dipercaya untuk transaksi keuangan karena sekarang kan banyak yang tidak mau pakai Yuan lantaran belum mendunia. Kita bisa memanfaatkan Bilateral Swap Agreement, tapi pelaku pasar harus tetap menghitung struktur biaya dari pertukaran langsung," Bambang menegaskan (Fik/Zul).**