Liputan6.com, Paris - Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Turki menembak pesawat tempurnya pekan lalu untuk mengamankan pasok minyak dari kelompok yang menamakan militan ISIS. Tuduhan itu dikemukakan Orang Nomor Satu itu dalam jumpa pers di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Paris, Senin 30 November 2015 waktu setempat.
"Kami punya segala alasan untuk mengatakan bahwa keputusan menembak jatuh pesawat kami didorong oleh keinginan untuk melindungi suplai minyak ke wilayah Turki," tegas Putin seperti dikutip dari BBC, Selasa (1/12/2015).
Putin menuturkan, Rusia menerima informasi lebih lanjut yang menunjukkan bahwa minyak dari ISIS masuk ke wilayah Turki.
Salah satu sumber pemasukan ISIS diketahui berasal dari hasil penjualan minyak ilegal, namun Turki membantah keras terlibat dalam perdagangan minyak dengan kelompok militan yang beroperasi di Suriah dan Irak itu.
Baca Juga
Advertisement
Dalam perkembangan terkait, Turki bersikukuh tidak mau meminta maaf kepada Rusia setelah menembak jatuh pesawat tempurnya, Sukhoi 24, di perbatasan Suriah-Turki pekan lalu. Penegasan itu disampaikan oleh Perdana Menteri Ahmet Davutoglu.
"Tak ada perdana menteri atau presiden Turki yang akan meminta maaf... karena kami menjalankan tugas," ucap Davutoglu.
Peristiwa itu, menurutnya, sangat disayangkan tetapi Turki berhak dan mempunyai kewajiban untuk melindungi wilayah udaranya.
Menyusul penembakan pesawat tempur Rusia dalam misi di Suriah, pemerintah Rusia memberlakukan sejumlah sanksi ekonomi, termasuk larangan impor buah dan sayur dari Turki. Bahkan perjalanan bebas visa ke Turki pun kini sudah diakhiri.
"Namun barang industri Turki tidak akan dilarang untuk ekspansi sekarang, tapi di masa depan sanksi itu bisa saja terjadi," kata para pejabat.
Turki dan Rusia memiliki hubungan ekonomi yang penting. Rusia adalah mitra dagang terbesar kedua Turki, sementara lebih dari 3 juta wisatawan Rusia mengunjungi Turki tahun 2014 lalu.
"Kami akan bertindak dengan sabar, tidak emosional sebelum memutuskan respon terhadap sanksi ekonomi," jelas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Tnt/Nil)