JK: Kasus Freeport Adalah Skandal Terbesar dalam Sejarah RI

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kembali menggelar rapat internal menentukan jadwal sidang untuk Ketua DPR Setya Novanto.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Des 2015, 11:15 WIB
Wakil Presiden RI, Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla saat wawancara khusus dengan Tim Liputan6.com, Jakarta, Senin (19/10/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan skandal pencatutan nama dirinya bersama Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam rencana perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia‎ diklaim menjadi skandal terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Jusuf Kalla menjelaskan, kasus Freeport tersebut menjadi skandal terbesar karena nama yang dicatut tak tanggung-tanggung yaitu dua pemimpin negara yaitu Presiden dan Wakil Presiden.

"‎Bicara Freeport, ini skandal besar yang pernah terjadi di indonesia, mana ada korupsi yang melibatkan Presiden dan Wakil Presiden, jaman Soeharto dulu saja tidak ada," kata JK di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Menanggapi pencatutan namanya, JK pun bercanda. Sebagai wakil presiden, besaran saham yang ditawarkan kepadanya tak sebanding. Ia seharusnya mendapatkan saham lebih besar dari yang disebutkan yaitu 9 persen. "Tapi untungnya itu tidak pernah terjadi," tegas JK disambung dengan tawa.


Freeport merupakan perusahaan yang memiliki nilai investasi paling besar di Indonesia, oleh karena itu perlu pengawalan yang transparan dan efisien agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Menyindir dugaan keterlibatan Ketua DPR RI‎ Setya Novanto yang notabene berasal dari Partai Golkar, JK meminta apapun yang akan dilakukan oleh Golkar harus memihak kepada rakyat.

"Saya ini juga orang Golkar, semboyan Golkar itu Suara Golkar Suara Rakyat, rakyat sudah minta bongkar skandal itu," paparnya.

Untuk itu, JK meminta kepada Mahkamah Kehirmatan Dewan (MKD) untuk lebih transaparan dan independen dalam mennetukan skandal Freeport yang diduga melibatkan nenerapa anggota dewan tersebut.

Untuk diketahui, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kembali menggelar rapat internal menentukan jadwal sidang untuk Ketua DPR Setya Novanto pada Selasa (1/12/2015). Sejak kemarin, anggota MKD belum menemukan titik temu kapan dan siapa saja saksi yang akan dihadirkan dalam mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini.

"Sidang diskors sampai jam 1 besok (Selasa 1 Desember 2015. red) untuk melanjutkan hasil rapat pada 24 November yang lalu, jadi jam 1 kita melanjutkan itu, semoga rapat tidak ada dinamika yang lain lagi," ujar Wakjil Ketua MKD Junimart Gisang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 November 2015.

Dia menjelaskan, sesuai dengan tata beracara MKD, seharusnya keputusan bisa ditentukan kemarin malam. Tapi karena terdapat dinamika antara anggota MKD yang baru dan yang lama mengenai keputusan rapat sebelumnya sehingga hal itu mempengaruhi keputusan rapat.

Anggota MKD yang baru menggantikan anggota yang lama masih mempermasalahkan validasi alat bukti yang diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Yaitu rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto dengan bos PT Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin dan pengusaha minyak Riza Chalid.

Tak hanya itu, para anggota MKD juga masih mempermasalahkan legal standing Sudirman Said selaku pembantu Presiden. Sebab dikatakan, Sudirman melaporkan Novanto ke MKD tanpa izin dari Jokowi.

(Yas/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya