Eksaminasi Kasus JIS: Kekerasan Seksual Anak Direkayasa?

Kontras bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia melakukan eksaminasi putusan pengadilan atas kasus dugaan pelecehan seks di JIS.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 01 Des 2015, 17:50 WIB
Setelah pemeriksaan selama 10 jam, guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong resmi ditahan pada Senin 14 Juli 2014 kemarin. Penahanan itu terkait dugaan pelecehan seksual di terhadap anak di bawah umur.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan atas kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS) --sebelumnya Jakarta International School--, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Eksaminasi ini dilakukan sejak Juni 2015.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia mengatakan, ‎kasus dugaan kekerasan seksual anak di JIS cenderung direkayasa. Bahkan proses peradilan terhadap para tersangka terkesan dipaksakan dan diwarnai penyiksaan oleh oknum penyidik.

"Berdasarkan temuan Kontras dan keterangan keluarga tersangka, ‎para tersangka mengalami penyiksaan selama proses penyelidikan. Kalau kasus itu benar adanya, kenapa tersangka harus disiksa untuk mengakui perbuatan yang ditudingkan," ujar Putri di Warung Daun, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

‎Putri juga menegaskan, hasil forensik dan keterangan sejumlah ahli di persidangan menunjukkan bahwa pada pokoknya tidak ada tindakan sodomi terhadap anak di JIS, sebagaimana dakwaan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Hasil visum yang membuktikan adanya kekerasan seksual anak pun diragukan dengan munculnya fakta-fakta baru. Tapi itu tidak pernah di‎pertimbangkan oleh jaksa maupun majelis hakim," tutur dia.

Lebih jauh, Kontras melihat adanya pelanggaran hak anak dalam kasus tersebut. Karena kasus itu cenderung dipaksakan untuk memenuhi tekanan publik atas substansi peristiwa pidana agar terlihat bahwa kekerasan seksual anak benar-benar terjadi di sekolah bertaraf internasional itu.

"Ditemukannya fakta-fakta adanya dugaan pelanggaran pada proses hukum ini, maka yang paling dirugikan adalah kepentingan hak anak," papar Putri.

Namun begitu, Putri menegaskan, hasil eksaminasi ini tidak bertujuan untuk mengintervensi proses hukum pada kasus JIS. Kajian itu semata-mata dilakukan sebagai upaya kontrol oleh publik ‎terhadap kinerja aparat penegak hukum.

"Kami berharap hasil eksaminasi ini dapat menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Polri dalam melakukan koreksi kinerja aparatnya. Sehingga peristiwa salah tangkap maupun pemidanaan yang dipaksakan tidak pernah terjadi lagi," ungkap Putri.

Kajian ini dilakukan majelis eksaminator yang beranggotakan akademisi, aktivis, LSM, dokter forensik, hingga mantan jaksa. Kajian yang dilakukan sejak Juni 2015 itu menunjukkan, aparat penegak hukum telah gagal dalam mewujudkan keadilan dan perlindungan bagi anak serta memenuhi hak-hak tersangka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya