Liputan6.com, Jakarta Imbauan untuk mencintai produk dalam negri bukan suara asing di telinga masyarakat Indonesia. Semangat cinta tanah air di balik ajakan itu mudah diserap. Namun tanpa menerapkan konteks yang tepat, Anda bisa terjerumus dalam chauvinisme membabi buta dimana konsekuensi negatifnya adalah pengabaian terhadap kualitas produk.
Implikasi lebih jauhnya ialah pelemahan daya saing produk-produk itu saat “dikonteskan” di kancah internasional. Menjunjung kualitas adalah hal esensial. Masalahnya, apakah Anda selama ini jujur pada diri sendiri atau orang lain tentang bagaimana kualitas produk-produk dalam negri yang selama ini Anda konsumsi?
Ataukah Anda termasuk yang punya gengsi hanya untuk brand asing? Terhadap kumpulan orang yang tak bangga akan produk Indonesia berkualitas bagus inilah, kampanye cinta produk dalam negri patut digalakkan. Dari dunia fesyen Indonesia saat ini muncul gerakan `Made in Indonesia` yang diperkenalkan pada IPMI Trend Show 2016, Selasa 1 Desember 2015 di The Hall Senayan City. Ini adalah gerakan untuk menyertakan label bertuliskan `Made in Indonesia` pada produk-produk fesyen Indonesia.
Pesona etnik batik nan ayu dari label Sejauh Mata Memandang besutan Chitra Subiyakto, nuansa oldies oriental dari Sutanto Danuwidjaja, glamoritas eropa klasik dalam gaun modern Eddy Betty hingga kontemporaritas rancangan Didi Budiardjo mengisi presentasi fesyen pertama dari acara itu yang ber-setting kubus putih besar. Selain menjadi gambaran nyata akan kompetensi perancang-perancang busana Indonesia, statement awal dari Made in Indonesia ini lantang menyuarakan keberagaman Indonesia itu sendiri.
Baca Juga
Advertisement
Di samping yang sudah disebut sebelumnya, mereka yang berpartisipasi di sana adalah No’Om No’mi, Kle, Byo, ISIS, Norma Hauri, Hunting Field, Swank, Danjyo Hiyoji, Mel Ahyar, Yogie Pratama, Arkamaya by Danny Satriadi, Tri Handoko, Carmanita, Ghea Panggabean, Ari Seputra, Stephanus Hamy, Liliana Lim, Rusly Tjhonardi, Era Soekamto, Denny Wirawan, Hian Tjen, dan Rinaldy A. Yunardi.
Tak semua label dan desainer tersebut merupakan anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI). Seperti dijelaskan oleh Didi Budiardjo dalam wawancara usai show, meski Made in Indonesia diprakarsai oleh IPMI, tapi gerakan itu terbuka untuk semua desainer dan label fesyen Indonesia. “Saya harap siapapun yang terlibat dalam industri fesyen dengan bangga dan sukarela menerakan label Made in Indonesia pada produk-produknya,” ucap Didi.
Sambungnya, “Made in Indonesia adalah stamp of quality dimana orang bisa melihat karya bangsa Indonesia tidak kalah dengan karya bangsa lain dan siap bersaing di dunia internasional”. Pernyataan ini serta merta mengkonstruksi subastansi dari Made in Indonesia. Kata kuncinya adalah kualitas. Artinya, Made in Indonesia bukan hanya bicara soal identitas produsen atau lokasi produksi tapi sekaligus mengenai bagaimana kualitasnya.
Dari hal itu, seleksi dalam pertimbangan kualitas produk seharusnya menjadi satu hal wajar. Akan tetapi kebijakan yang diambil Made in Indonesia berbeda. Dituturkan Didi bahwa siapapun bisa meminta logo Made in Indonesia ke sekretariat IPMI dan itu akan diberikan secara sukarela. Kemudian pihak tersebut dapat mencetak label dengan font baku dan menempelkannya di produk-produk mereka.
Kata Didi, tujuan gerakan ini adalah awareness atau kesadaran. Mengingat pentingnya menyadarkan orang-orang untuk secara jujur, sadar berbangga dengan produk-produk Indonesia berkualitas tinggi, gerakan ini wajib mendapat apresiasi positif. Tapi, juga sebagai bentuk dukungan konstruktif atas kampanye itu, perlu ditanyakan secara kritis, bukankah mencintai satu hal berarti terbuka mengatakan sudah baik atau masih sangat dibutuhkannya perbaikan terhadap hal tersebut demi peningkatan kualitas ke depannya?
Seandainya pun IPMI bersikap sedikit “keras” untuk mengkurasi brand mana saja yang bisa dan yang tidak bisa menempel label Made in Indonesia pada produk-produknya, toh itu bisa dilihat sebagai upaya agar masyarakat benar-benar bisa mendapat gambaran jernih tentang produk Indonesia berkualitas tinggi. Dan bagi yang tak terseleksi, hal itu bisa menjadi cambuk positif guna meningkatkan kualitas. Tidak kah melalui hal itu fungsi Made in Indonesia sebagai stamp of quality bisa penuh berjalan dan terjaga? Jayalah Produk Indonesia!