Liputan6.com, Jakarta Moshe Kai Cavalin. Usianya mungkin baru menginjak 17 tahun tapi dia telah memiliki dua gelar sarjana sekaligus dan bekerja di National Aeronautics and Space Administration (NASA).
Ya, di lembaga pemerintah Amerika di bidang luar angkasa tersebut, Cavalin telah membantu NASA mengembangkan teknologi surveilan untuk pesawat terbang dan drone.
Advertisement
Mengutip laman Indiatimes, Rabu (2/12/2015), Cavalin memang kerap mendapat julukan bocah ajaib. Bagaimana tidak, dia lulus dari perguruan tinggi pada usia 11 tahun. Empat tahun kemudian, dia telah berhasil menyabet gelar sarjana dalam ilmu matematika di University of California, Los Angeles. Tahun ini, dia akan masuk kelas online untuk mendapatkan master di cybersecurity di Boston Brandeis University.
Itu belum seberapa, Cavalin baru saja menerbitkan buku keduanya yang menggambarkan pengalamannya dibully dan bagaimana dia mendapat inspirasi dari mendengar cerita orang lain. Dia pun berencana untuk mendapatkan lisensi pilotnya pada akhir tahun ini. Di rumah keluarganya di dekat Los Angeles, dia juga ternyata memiliki piala dari turnamen seni bela diri.
Warisan Orangtua
Meski begitu, Cavalin menegaskan dia tidak lebih dari orang lain pada umumnya. Keahliannya di bidang elektrik, hanyalah warisan dari orangtuanya.
"Ibu saya dari Taiwan dan ayah dari Brasil. Merekalah yang membuat saya termotivasi dan mendapatkan inspirasi," katanya di NASA’s Armstrong Flight Research Center, California. "Saya tidak pernah membandingkan diri sendiri dan orang lain. Saya hanya mencoba untuk melakukan yang terbaik selama saya bisa," katanya.
Orangtua Cavalin mengatakan, anaknya memang belajar dengan cepat. Pada 4 bulan, dia telah menunjuk pesawat di langit dan bilang 'pesawat' dalam bahasa Cina. Dia dapat menghitung jarak ke sekolah dari rumahnya setelah mempelajari trigonometri pada usia 7 tahun.
"Saya pikir kejeniusannya itu datang secara alami," kata seorang profesor matematika yang mengajarkan Cavalin selama dua tahun di East Los Angeles College, Daniel Judge. Cavalin pun menjadi kebanggaan para dosen karena bekerja lebih keras dari siswa lainnya.
Cavalin masih ingat bagaimana dia bingung akan minatnya. Awal di perguruan tinggi, ia bermimpi menjadi seorang astrofisikawan. Tapi ketika dia mulai mengambil kelas fisika, minatnya berkurang. Dan dia menjadi tertarik dengan ilmu kriptografi yang menuntunnya ke arah ilmu komputer.
"Saya terkejut ketika NASA menawarkan pekerjaan. Karena sebelumnya, mereka menolak karena usia," katanya. Adalah Ricardo Arteaga yang menjadi mentornya di NASA yang percaya kemampuan Cavalin begitu sempurna untuk sebuah proyek yang menggabungkan matematika, komputer dan teknologi pesawat.
"Saya butuh orang yang paham software dan paham algoritma matematika. Saya juga ingin dia bisa menjadi pilot Cessna," kata Arteaga.
Di kantor, Cavalin merupakan karyawan yang kalem dan selalu bercanda dengan hati-hati. Pekerjaan sehari-harinya, seperti melakukan simulasi pesawat dan drone saat akan menabrak. Dia juga harus mencari cara atau rute untuk mendarat dengan aman.
"Matematikanya luar biasa. Tapi ada satu hal yang dia tidak disukai Cavalin yaitu dipanggil jenius," kata Arteaga.
Setelah menyelesaikan gelar master dari Brandeis, Cavalin berharap untuk mendapatkan gelar master di Massachusetts Institute of Technology. Kemudian, ia ingin memulai perusahaan cybersecurity sendiri.
Untuk saat ini, dia tinggal jauh dari rumah untuk bekerja di NASA. Tapi urusan remaja lainnya, Cavalin mengatakan, "Saya akan menunggu sampai ia mendapat gelar doktor untuk mencari pacar," katanya setengah bercanda.
Advertisement