Liputan6.com, Jakarta - Penyerahan posisi Direktur Jenderal/Dirjen Pajak Kementerian Keuangan dari Sigit Priadi Pramudito kepada Ken Dwijugiasteadi sebagai Pelaksana Tugas tak akan mengubah realisasi penerimaan pajak. Setoran penerimaan pajak tahun ini diproyeksikan hanya tercapai sekitar 85 persen dari target Rp 1.294,25 triliun.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Suahasil Nazara tidak menampik pernyataan Sigit Priadi yang dalam ucapan perpisahan menyebutkan penerimaan pajak hanya akan terkumpul 80 persen-82 persen. Inilah alasan yang mendorong Sigit mengundurkan diri dari jabatannya.
"Kalau kami masih memproyeksikan penerimaan pajak tercapai 85 persen-86 persen. Kalau Pak Sigit bilang 80 persen-82 persen, ya bedanya cuma dua atau beberapa persen," ujar dia saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (2/12/2015).
Suahasil mengakui, rendahnya realisasi penerimaan pajak tahun ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 4,8 persen tahun ini atau lebih rendah dibanding periode tahun lalu sebesar 5 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Dari segi jumlah transaksi pun mengecil, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pasti kena imbas. Harga komoditas dunia jatuh, sehingga PNBP menurun jauh," tambah dia.
Suahasil menjelaskan, dari sisi kebijakan, penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 24 juta menjadi Rp 36 juta setahun serta kebijakan membebaskan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berimbas pada konsumsi masyarakat.
Faktor lain penyebab minimnya realisasi penerimaan pajak tahun ini, Ia mengatakan, karena reformasi pajak masih perlu ditingkatkan. Kuncinya adalah keberanian aparat pajak untuk melakukan upaya ekstensifikasi terhadap wajib pajak.
"Reformasi administrasi perpajakan masih harus digenjot. Pekerjaan rumahnya memang di ekstensifikasi, kuncinya harus berani menyisir pajak, misalnya kepada kelompok masyarakat yang belum bayar pajak, belum masuk ke sistem pajak atau yang sudah masuk sistem tapi bayar pajak belum benar," jelas Suahasil.
Ke depan, ia mengaku, pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak Kemenkeu perlu mencari terobosan guna memperbaiki administrasi perpajakan, memperbaiki kepatuhan pajak, memperbaiki ekstensifikasi. Pasalnya target penerimaan pajak di APBN 2016 lebih tinggi mencapai Rp 1.360,1 triliun.
"Terobosan ini adalah tax amnesty dan lainnya. Rancangan Undang-undang (RUU) tax amnesty akan diajukan dan Ditjen Pajak menjadi lead-nya. Dengan ini, diharapkan target itu bisa dipenuhi dan kita harus melakukan review secara berkala," cetus Suahasil.
Target Pajak Berat
Sementara itu, Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo meyakini dengan ditunjuknya Ken Dwijugiasteadi, target penerimaan pajak tahun ini tetap gagal tercapai. "Kalau tahun ini memang berat sih," cetus Prastowo.
Namun Prastowo mengapresiasi keputusan Sigit mundur sebagai Dirjen Pajak. "Pengunduran diri itu sebagai sebuah contoh di tengah kegersangan teladan pejabat publik yang bersedia mundur ketika target gagal tercapai walaupun Sigit sudah berupaya melakukan upaya-upaya terbaik dan memiliki dedikasi yang tinggi kepada negara," tandas Prastowo. (Fik/Ahm)