Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Tito Karnavian mengaku belum tahu dugaan anggotanya mengintimidasi jurnalis asing, saat upaya pembubaran paksa unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Selasa 1 Desember lalu. Pihaknya akan menyelidiki dugaan penghapusan rekaman video unjuk rasa ini.
"Saya belum tahu kalau tentang penghapusan rekamannya. Itu kan kata yang bersangkutan. Nanti akan kami perintahkan untuk melakukan penyelidikan," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Tito menduga, polisi melakukan hal itu untuk menjalankan amanat Pasal 218 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan, siapa pun yang berkerumun lalu diperintahkan pejabat berwenang 3 kali membubarkan diri tapi tidak membubarkan diri, dapat dikenakan pidana 4 bulan 2 minggu.
"Nah, kemarin kami lihat kerumunan yang ilegal karena tata caranya tidak sesuai dengan Undang-undang Tahun 1998. Di kerumunan tersebut bisa saja ada demonstran, tukang asongan, yang mengaku lawyer, bisa wartawan. Itu termasuk dalam bagian kerumunan. Anggota kita nggak paham mana wartawan mana bukan," tandas Tito.
Baca Juga
Advertisement
Sementara, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono mengutuk tindakan polisi tersebut. Dia menilai, tindakan tersebut membuktikan ke publik bahwa polisi belum menyadari fungsi jurnalis. Ia pun meminta Kapolri mengusut pelaku intimidasi terhadap Stephanie dan Archicco.
"Jurnalis adalah mata dan telinga publik. Apa yang diliput jurnalis adalah fakta yang akan diberitakan ke publik. Ini pelanggaran. Tindakan penghapusan gambar jelas pelanggaran Undang-undang Pers," tegas Suwarjono.
2 Jurnalis asing, Stephanie Vaessen dari TV Al Jazeera dan Archicco Guilliano dari ABC Australia mengaku diperlakukan kasar oleh polisi saat unjuk rasa mahasiswa Papua. Ponsel yang dia gunakan untuk merekam kejadian diminta paksa polisi, dan dikembalikan setelah rekaman dokumentasinya dihapus.