Liputan6.com, Surakarta - Gibran Rakabuming Raka, putra pertama dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih untuk menjalankan roda bisnis katering daripada meneruskan usaha mebel dari ayahnya. Memulai usaha ini, bukan semudah membalikkan tangan. Gibran sempat ditolak tiga kali oleh bank saat mengajukan kredit untuk permodalan.
Gibran menuturkan, sejak awal ia memang tidak mau untuk meneruskan usaha mebel yang telah digeluti oleh keluarga besarnya. Ia lebih memilih untuk menekuni usaha katering selepas kuliah S-1 Management Development University of Singapura. Padahal oleh keluarga besarnya, ia diharapkan meneruskan bisnis permebelan itu.
"Dari awal memang tidak mau meneruskan usaha itu. Sebenarnya ingin usaha sejak lulus dari D-3 di Australia. Tapi karena ilmunya masih kurang, jadi lanjut S-1 dulu di Singapura, " ujarnya kepada Liputan6.com seperti ditulis Kamis (3/12/2015).
Ihwal pemilihan usaha katering tak terlepas dari pemikiran Gibran saat itu yang merasakan gedung pertemuan keluarganya Graha Sabha Buana hanya disewakan. Padahal menurutnya, justru pemasukan terbesarnya ada pada suplai kateringnya.
Baca Juga
Advertisement
"Sebagian besar hanya menyewa gedung saja, sedangkan katering mengambil dari luar. Saat itu banyak kegiatan seeperti nikahan dan wisuda hingga pertemuan dilakukan di gedung ini. Untuk itu lalu saya terpikir untuk membuka usaha katering sehingga biar menjadi satu paket antara sewa gedung dengan katering," ucapnya.
Meski ayahnya yang saat itu masih menjabat Walikota Solo, Gibran lebih memilih untuk usaha sendiri dalam mencari modal dengan mengajukan kredit kepada beberapa bank. Ia pernah beberapa kali ditolak bank.
"Ada sekitar tiga sampai empat bank yang menolak pengajuan kredit. Tapi akhirnya ada yang memberi pinjaman. Waktu itu ada pinjaman Rp 700 juta, " jelas suami dari Selvi Ananda tersebut.
Lantas uang Rp 700 juta itu pun dibelikannya perkakas untuk usaha katering. Mulai dari piring, gelas hingga perkakas untuk memasak. "Hingga saat ini, masih kredit. Dana kredit itu untuk memajukan usaha, " ucapnya.
Pengalaman pahit di tahun pertama harus dirasakan Gibran saat merintis bisnis ini. Pasalnya, ia hanya menerima orderan katering hanya dalam skala kecil. Misal untuk rapat, pertemuan dan wisuda.
"Awal tahun pertama itu benar-benar menjadi ujian bagi Chilli Pari. Karena masih banyak yang belum percaya pada kita. Jadi kebanyakan masih order dalam skala kecil. Kalau order catering pernikahan malah jarang. Padahal order katering pernikahan ini yang banyak untungnya, " urainya.
Sebagai pemain baru dalam bisnis ini, Gibran mengaku secara otodidak dalam mempelajarinya. Bermodal kesenangannya jelajah kuliner, ia kerap melakukan test food, trial and error. "Untuk promosi ya kita gencar mengikuti bazar dan pasang baliho, " tuturnya.
Meski sang ayah saat itu menjabat kepala daerah, Gibran mengaku tak terlalu berpengaruh. Pasalnya katering ini berhubungan dengan rasa enak.
"Tidak ada hubungannya. Kalau catering itu hubungannya dengan rasa. Semisal, ada yang dulu milih bapak kemudian membutuhkan cateringnya tetapi ternyata jenis makanan di Chilli Pari tidak cocok, apa ya harus milih Chilli Pari. Kan tidak?" ungkapnya.
Kini setelah melalui masa sulit, Chilli Pari pun berkembang. Order katering pernikahannya pun semakin banyak. Bahkan catering miliknya sudah dipesan hingga luar Kota Solo. "Ada beberapa pesanan dari luar Solo. Misal Jogja, Ngawi, Pacitan, Madiun, Yogyakarta dan Semarang, " tutur dia.
Hingga saat ini, Chili Pari memiliki 20 karyawan dan ratusan freelance. Sebanyak 20 karyawan itu untuk tenaga marketing, keuangan dan chef. "Kalau freelance biasanya dari tetangga sekitar dan pemuda karang taruna, " kata dia.