Dua Peluru untuk Novanto

Setya Novanto dibidik 2 peluru secara bersamaan; etika dan pidana. Akankah sang 'Komandan' lolos dari dua peluru tersebut?

oleh Hanz Jimenez SalimLuqman RimadiSilvanus AlvinSugeng TrionoPutu Merta Surya Putra diperbarui 04 Des 2015, 00:09 WIB
Anggota Aliansi Seniman Jakarta menggelar aksi yang dinamakan “Aksi Djamban DPR” di depan gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/12). Aksi ini menyindir kasus “Papa Minta Saham” yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - "Kalau lembaga hukum mengetahui ada masalah kemudian tidak mengusutnya, dia (penegak hukum) yang salah,"‎ tegas Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa 1 November 2015.

Istana Negara dibuat repot dengan persoalan Freeport. Bak bola salju, perlahan skandal 'Papa Minta Saham' mulai menyeruak ke publik. Makin besar bola salju menggelinding, makin kuat hantaman ke sasaran: Ketua DPR Setya Novanto.

Seiring bergulirnya sidang etik yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Setya Novanto memasuki babak baru. Rupanya kasus juga tengah berjalan di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Liputan6.com/Johan Tallo)

Korps Adhyaksa ini mulai membidik sang 'Komandan' dengan sangkaan korupsi. Jeratannya adalah dugaan persekongkolan atau niat Setya Novanto dengan Riza Chalid dalam campur tangan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan suatu imbalan, saham PTFI.

"Yang Mulia, saya sudah diperiksa Jampidsus sejak semalam dan berlanjut sampai tadi pagi," kata Presdir PTFi Maroef Sjamsoeddin itu di Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Adik kandung Letnan Jenderal Purnawirawan Sjafrie Sjamsoeddin ini kembali menegaskan ucapannya itu. Dia menyebut, telepon genggam miliknya yang berisi rekamam percakapan Maroef, Setya Novanto, dan M Riza Chalid di lantai 21 sebuah hotel di bilangan Jakarta Selatan itu, juga sudah berada di tangan penyidik kejaksaan.

Telepon itu nantinya akan menjadi petunjuk atau bukti membongkar praktik culas sang 'komandan'.

"HP saat ini sudah diambil kejaksaan untuk pendalaman case karena di situlah pembicaraan direkam," ujar Maroef.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Junimart Girsang, rupanya tidak ingin begitu saja percaya dengan ucapan Maroef. Untuk membuktikan ucapannya itu, politikus PDIP itu meminta Maroef menyerahkan bukti tanda terima penyitaan telepon genggamnya dari Kejagung.

"Aneh kalau bapak berikan barang tapi tidak ada tanda terima. Kami tetap minta tanda terima, tanda terima itu," ucap Junimart saat memeriksa Maroef sebagai saksi kasus sidang etik Setya Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Dirut Utama PT Freeport Maroef Sjamsoeddin berbicara di handphone sebelum sidang sebagai saksi di MKD DPR RI, Jakarta, Kamis (12/3). Maroef bersaksi terkait kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan ketua DPR Setya Novanto. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Jaksa Agung Muda Intelejen (Jamintel) Kejagung, Adi Toegarisman mengatakan penyitaan telepon genggam milik Maroef merupakan salah satu cara mencari bukti permulaan dari persangkaan yang dibidik Kejagung.

Bila mana penyidik menemukan adanya unsur pidana dalam pemufakatan tersebut, maka secara otomatis perkara akan ditingkatkan ke penyidikan dan menemukan pihak yang dimintai pertanggungjawabannya, tersangka. Dengan demikian, kasus tersebut harus sampai ke meja hijau.

"Tindakan yang kami lakukan untuk menemukan bukti permulaan," ujar Adi Toegarisman di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Meski demikian, kata Adi, pihaknya akan terbuka ke publik kalau dalam perjalanan penyelidikan tidak ditemukan unsur pidana yang dipersangkakan itu.

"Apa hasilnya biar nanti tim yang menyimpulkan. Kalau ada bukti, ya kita buka. Kalau nggak ada ya kita jelaskan," kata Adi.

Serakah = Benih Korupsi

Wakil Presiden Jusuf Kalla mulai menunjukkan kegeramannya terkait pencatutan namanya dan Presiden Joko Widodo dalam percakapan Setya Novanto, Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Kegeraman suami dari Mufidah Kalla terhadap skandal Freeport ini ditunjukkan dengan beberapa sindiran yang diduga ditujukan kepada Novanto.

Misalnya saja saat JK menghadiri Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-10 digelar di Ruang Nusantara V, Gedung DPR, Kamis (3/12/2015) pagi tadi. Meski acara digelar di gedung rakyat, sang empunya rumah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, justru tak terlihat.

Wakil Presiden RI, Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla saat wawancara khusus dengan Tim Liputan6.com, Jakarta, Senin (19/10/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

"Saya bilang tadi ke Ketua MPR (Zulkifli Hasan), nanti yang selalu hadir tinggal perwakilan MPR dan DPD. Yang satu (DPR) sudah hilang," kata JK, Kamis (3/12/2015).

Di hadapan tamu undangan konferensi, JK juga mengkritik apa yang dibeberkan dalam sidang MKD. Terutama transkrip rekaman percakapan Novanto yang memperbicangkan rencana pembagian saham bila mana perpanjangan kontrak karya berjalan mulus.

"‎Ketua KPK bilang korupsi salah satunya karena serakah. Semalam itu pasti serakah, yang disebut tadi malam bukan orang miskin. Dia bisa makan 4-5 kali sehari, tapi karena serakah saja," kata JK.

JK mengaku tidak habis pikir, bagaimana seorang petinggi di parlemen berani mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. ‎Zaman dulu, kata dia, tidak ada yang berani macam-macam dengan orang nomor 1 dan nomor 2 di Republik ini.

‎"Zaman dulu mana berani dilibatkan pejabat tertinggi. Ini ujian kita semua kalau itu toh masih terjadi di lingkungan terhormat seperti ini," JK menegaskan.

Selain Novanto, percakapan tersebut juga diduga melibatkan pengusaha minyak M Riza Chalid. Sebagai pengusaha, tentu saja Riza tidak susah mencari makan.

JK menyarankan‎ Novanto untuk menerapkan gaya hidup sederhana untuk menangkal perilaku korup. Selain itu, dibutuhkan pula kedekatan hubungan dengan Tuhan agar tidak serakah.

"Cegahnya gimana? Gaya hidup sederhana. Iman juga perlu. Batasan-batasan kewenangan," kata dia.

Tekad Jokowi-JK Usut Kasus 'Papa Minta Saham'

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu empat mata. Mereka membahas fakta-fakta yang dibeberkan di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Sidang yang digelar perdana Rabu 2 November kemarin menghadirkan Pengadu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Mantan Direktur Utama PT Pindad ini membuka percakapan lengkap yang direkam Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

JK menyampaikan, dia dan Jokowi memutuskan kasus pencatutan‎ nama ini harus terungkap sepenuhnya dan dibuat terang benderang.

"Pak presiden dan saya setelah kemarin dengarkan semua itu, kita bertekad membersihkan apa pun yang terjadi kemarin. Kita tak jalan mundur lagi," tutur mantan Ketua Umum Golkar ini.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini mempunyai alasan mengapa kasus 'Papa minta saham' ini harus diusut tuntas. Sebab, kasus yang saat ini menjadi sorotan publik ini berpotensi menjadi skandal terbesar Indonesia, seandainya terjadi. 

Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"‎Bicara Freeport, ini skandal besar yang pernah terjadi di Indonesia, mana ada korupsi yang melibatkan Presiden dan Wakil Presiden, zaman Soeharto dulu saja tidak ada," kata JK di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

Terkait dugaan keterlibatan Setya Novanto yang merupakan kader Partai Beringin, JK berharap Golkar berpihak kepada rakyat.

"Saya ini juga orang Golkar, semboyan Golkar itu Suara Golkar Suara Rakyat, rakyat sudah minta bongkar skandal itu," kata dia.

Untuk itu, JK juga meminta MKD transaparan dan independen dalam menentukan muara persidangannya.

Selain dibidik MKD dari sisi pelanggaran etik, Novanto juga disasar pidana yang saat ini tengah berjalan di Kejaksaan Agung. Pasal pemufakatan yang termaktub di Pasal 15 Undang-undang Tindak Pidana korupsi disiapkan untuk menjerat Novanto.

Akankah Novanto lolos dari dua peluru yang menyasarnya? (*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya