Pengacara: Ada Muatan Politis Pelimpahan Berkas Novel Baswedan

Alghifari menilai, langkah Kejaksaan Agung meneruskan berkas ke Kejari Bengkulu juga patut dipertanyakan.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 04 Des 2015, 00:27 WIB
Penyidik KPK, Novel Baswedan usai menjalani pemeriksaan Dittipidum Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/7/2015). Novel kembali diperiksa terkait kasus dugaan penembakan pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. (Liputa6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi memutuskan melanjutkan kasus dugaan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet, dengan tersangka Novel Baswedan. Tim pengacara menilai, banyak unsur politis yang membuat kasus ini kembali bergulir.

"Ini ada muatan politis, sebut saja isu mau dicopotnya Jaksa Agung, lalu pemilihan capim KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) soal PT Freeport, kondisi politik sedang panas," ujar Direktur LBH Jakarta Alghifari Aksa di Kantor LBH Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Alghifari menilai, langkah Kejaksaan Agung meneruskan berkas ke Kejari Bengkulu juga patut dipertanyakan. Aksi ini seakan hanya untuk membuktikan Jaksa Agung HM Prasetyo masih bisa menjalankan jabatannya dengan baik.


Di sisi lain, kata dia, polisi juga cuci tangan dengan melempar 'bola panas' ke Kejaksaan Agung. "Bola panas ada di Jaksa Agung yang diberi polisi. Menolak banyak tekanan menerima juga banyak tekanan."

"Tangan bersih ya kepolisian. Polisi cuci tangan di posisi yang menyulitkan pihak lain," lanjut dia.

Alghifari juga mengaku bingung, hal-hal gaduh seperti ini selalu terjadi ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi berada di luar negeri. Polri juga dianggap tidak bisa menerjemahkan dengan baik instruksi Presiden soal kasus ini.

"Ketika Jokowi sedang di luar negeri selalu heboh. Ini jelas rekayasa, semua sudah disampaikan pada sidang praperadilan. Ada masalah juga bagaimana Kapolri menerjemahkan instruksi presiden dan menggunakan prosedur hukum dengan baik," kata dia.

"Jelas tidak ada penahanan, tidak ada kriminalisasi. Pada 2012 SBY juga melindingi novel dan jelas tidak boleh ada kriminalisasi," pungkas Alghifari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya