Liputan6.com, Jakarta - Tidak hanya nama Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian yang disebut dalam rekaman percakapan Setya Novanto. Nama Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komisaris Jenderal Syafruddin juga turut 'hadir' di rekaman berdurasi 120 menit tersebut.
Nama kedua perwira tinggi tersebut muncul dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, pengusaha minyak M Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Baca Juga
Advertisement
Nama Budi Gunawan dan Syafruddin disebut terlibat dalam pengerahan Babinkantibmas dalam Pemilu 2014. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membantah hal tersebut.
"Enggak pernah kita. Tanya saja. Cek saja Babinkamtibnas mana yang dikerahkan," ujar Badrodin di Jakarta, Jumat (4/12/2015).
"Cek aja, di mana ada pengerahan itu," imbuh dia.
Berikut penggalan percakapan yang dibuka dalam Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Rabu 2 November 2015, serta memunculkan nama Komjen BG dan Komjen Syafruddin. Percakapan melibatkan Setya Novanto (SN), M Riza Chalid (MR), dan Maroef Sjamsoeddin (MS).
MR: Di Solo ada…., ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka, Dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu pilpres, kita mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan.
SN: Termasuk Papua
MR: Termasuk Papua. Noken kita habis.
SN: Habis Pak, hampir setengah triliun.
MR: Kapolda Papua itu kan sahabat saya, sahabat deket.
MS: Tito
MR: Tito. Akhirnya ditarik ke Jakarta supaya nggak menyolok, jadi Asrena. Sekarang Papua sudah jalan, kasih hadiah sama Jokowi. Padahal maunya Jakarta bukan dia. Pak BG maunya bukan Tito. Pak BG maunya Pak Budi. Tapi Budi ditaruh Bandung. Tito Jakarta. Yang minta Jokowi. (*)