Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyayangkan masih banyaknya pernikahan siri di Indonesia. Sebab sebenarnya nikah di bawah tangan ini menimbulkan masalah sosial yang lebih serius.
Misalnya, saat ini tercatat 43 persen dari 86 juta anak belum memiliki akta kelahiran. Karena pernikahan kedua orang tuanya tak tercatat negara, mereka kesulitan dalam proses administrasi
"Dari yang belum punya akta memang ada yang tidak punya akses untuk teradministrasi. Tapi sebagian di antaranya karena proses perkawinan yang tidak teradministrasikan. Antara lain diakibatkan dari nikah siri," jelas Khofifah dalam diskusi Akta Anak dan Nikah Siri di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat 4 Desember 2015.
Kata Khofifah, selain masalah administrasi, ada masalah sosial lainnya. Seperti perceraian yang terus meningkat, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan cacat bawaan si anak karena psikologis sang ibu.
Baca Juga
Advertisement
Khofifah mengatakan, selama pernikahan siri dilegalkan maka perempuan dan anak yang menjadi korban sosial. Sebab tidak ada administrasi yang melindungi mereka.
"Kita harus melihat dari hulunya. Kekerasan terhadap anak merupakan hilirnya. Hulunya salah satunya nikah siri. Kalau ada KDRT, kekerasan perempuan itu hilir. Kecacatan bawaan, tingginya perceraian, hubungannya satu sama lain signifikan," ujar dia.
Khofifah mencontohkan beberapa negara yang sudah menerapkan pelanggaran terhadap pasangan yang menikah siri, antara lain Maroko dan Mesir. Ia pun berharap Indonesia segera menerapkan aturan larangan menikah siri.
"Kalau di hulu Pemerintah mengambil garis tegas bahwa pernikahan harus teradministrasikan untuk perlindungan keluarga. Terutama perempuan dan anak, maka kemudian kita tidak mengenal format pernikahan yang tidak teradministrasikan," pungkas Khofifah. (*)