Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi yang mengguncang Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, masih sering dirasakan hingga kini.
Meskipun kekuatan gempa kurang dari 5 SR, namun karena pusat gempa di darat dan di laut yang dekat darat, guncangan keras pun terjadi.
BMKG mencatat terjadi 833 kali gempa sejak 16 November 2015 hingga 4 Desember 2015 dengan kekuatan yang bervariasi. Akibatnya 1.593 rumah rusak. Dari jumlah itu, 145 rumah rusak berat, 273 rusak sedang dan 1.175 rusak ringan.
Selain itu gempa juga merusak 2 sekolah, 8 sarana ibadah dan 3 kantor pemda. Kerusakan tersebut terjadi di 19 desa di Kecamatan Jailolo. Namun, Desa Bobanehena yang berada di Teluk Jailolo adalah desa yang paling parah terkena kerusakan akibat gempa.
Selain rumah yang rusak, 10.165 warga yang tersebar di 19 desa mengungsi. Sebagian mengungsi di depan rumah dengan tenda atau bangunan sederhana.
"Kebutuhan mendesak saat ini adalah bantuan makanan, tenda gulung, selimut, sarung, pelayanan kesehatan, alat komunikasi dan kebutuhan bayi dan ibu hamil," kata Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis yang diterima Sabtu (5/12/2015).
Baca Juga
Advertisement
Tim Reaksi Cepat BNPB, kata Sutopo, masih berada di lokasi mendampingi BPBD. Saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian dan kerusakan akibat gempa untuk penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi. BPBD juga telah berkoordinasi dengan TNI, Polri, Dinsos, Dinkes, SAR, SKPD, dan relawan dalam penanganan darurat.
"Belum dapat diperkirakan kapan gempa akan selesai," ujar dia.
BMKG telah merilis bahwa gempa di Halmahera Barat adalah tipe swarm.
Gempa swarm adalah aktivitas tektonik yang memiliki karakteristik frekuensi kejadian cukup banyak, kekuatan relatif kecil dan aktivitas lama.
Gempa ini tidak akan diikuti gempa besar yang memicu tsunami, longsor dan gunung meletus. "Jadi masyarakat diminta tenang. Tidak terpancing isu-isu bahwa akan terjadi gempa besar dan tsunami," kata Sutopo. (*)