Kasus Pencatutan Nama Presiden Berujung Reshuffle Jilid II?

Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, reshuffle kabinet akan terjadi akhir tahun ini setelah pilkada serentak berjalan.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 05 Des 2015, 15:26 WIB
Kehadiran Lukas Enembe di areal tambang diklaim menerbitkan harapan karyawan terkait perpanjangan kontrak karya oleh pemerintah Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, bisa berujung pada perombakan kabinet Jilid II.

Karena, kata Hendri, dengan terungkapnya rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin, membuat Jokowi lebih mudah mengganti menterinya yang diduga ikut bermain.

"Saya pernah mendengar bahwa tiap orang di kabinet merasa lebih pintar dari Jokowi. Ini katanya mau ada reshuffle setelah pilkada. Tapi apakah menteri yang dianggap sebagai teman dekat, berani di reshuffle?" ujar Hendri.

Sebelumnya Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, reshuffle (perombakan) kabinet akan terjadi akhir tahun ini setelah pilkada serentak berjalan. "Ada sinyal Desember ini," ujar Rizal di Jakarta, Rabu 18 November 2015.

Alasan reshuffle kabinet sangat dimungkinkan, mengingat ada beberapa pembantu Presiden yang tidak memahami konsep pembangunan Trisakti dan visi Nawa Cita yang selama ini digaungkan Presiden.

"Tinggal kita lihat siapa yang akan kena reshuffle. Apakah menteri yang 'bermain' atau menteri yang menjadi korban dari permainan," tandas Hendri.

Hendri juga berpendapat, kasus yang mencuat di akhir 2015 ini menjadi catatan tersendiri. Menurut dia, Presiden Jokowi telah sukses memimpin Indonesia selama setahun dengan situasi kegaduhan tiap saat.

‎"Presiden Jokowi bisa tercatat sebagai Presiden repot, 1 tahun penuh dia harus memerintah di tengah situasi yang sangat gaduh‎," tutur Hendri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya