Liputan6.com, Boston - Hampir mayoritas Muslim yang tinggal di dunia barat apalagi di Amerika Serikat mengalami banyak perlakuan yang tidak adil. Stigma bahwa Muslim adalah terorisme nyata adanya.
Terlebih dua insiden global seperti terorisme di Paris dan penembakan massal di California membuat citra Muslim makin negatif.
Baca Juga
Advertisement
Namun, 4 orang ini membuktikan bahwa tak peduli agama maupun darimana mereka berasal mampu menaklukkan Negeri Paman Sam dan membawa keharuman bagi dirinya dan muslim.
Berikut kisahnya seperti disarikan Liputan6.com dari CNN Money, Minggu (6/12/2015)
Mamoon Hamid Sang Ahli Teknologi
Sebut namanya dan seantero Silicon Valley akan mengenalnya. Hamid adalah pendiri dan sekaligus partner perusahaan Social Capital. Ia juga muslim yang taat.
Lahir di Pakistan namun besar di Jerman. Ia selalu shalat 5 waktu dan puasa selama Ramadan. Ia juga tak minum minuman keras.
Kendati demikian, Hamid tak pernah merasa ia tersisihkan dalam pergaulan hanya karena kepercayaannya. Ia punya banyak teman yang mencintai teknologi.
Saat mendirikan perusahaan itu, ia dan koleganya sadar isu terbesar saat ini adalah keragaman. Hanya 1% top direktur perusahaan yang diduduki kulit berwarna.
"Kami membangun perusahaan teknologi di mana perbedaan bukan masalah," kata Hamid.
Advertisement
Anousheh Ansari Sang Astronot
Anousheh Ansari tidak ingin membuat label. Siapapun bisa menjadi apapun tanpa memandang gender.
"Pertama-tama, lihat diriku yang sebagai manusia. Kedua, lihat diriku sebagai pemecah masalah," kata Ansari yang tak bisa berbahasa Inggris saat migrasi dari Iran ke AS pada usia 16 tahun.
Ia pun mengejar ketinggalan. Haus ilmu. Selama 30 tahun, ia berhasil memecahkan segala mitos tentang perempuan Muslim. Ia menjadi insinyur listrik dan perempuan Muslim pertama yang pergi ke luar angkasa sebagai 'turis'.
Ansari kini mendirikan Prodea, sebuah perusahaan teknologi yang lahir pada 2006. Prodea adalah sebuah software yang fokus pada pekerjaan rumah tangga. Teknologi ini digunakan di India untuk membantu desa-desa terpencil melek internet.
"Aku punya segala kriteria yang bakal tak lulus seleksi pekerjaan," kata Ansari yang kini berbasi di Texas.
"Aku tidak hanya perempuan yang lahir di Iran dan Muslim. Susah sekali buat orang mengerti bahwa kami manusia juga," kata Ansari.
Ansari adalah sosok yang ingin membuat bisnis dengan menerima lebih banyak pekerja perempuan.
"Akan sangat berbeda dunia kita jika lebih banyak perempuan terlibat," tambahnya.
Nadeem Mazen, Sang Dewan Penasehat Kota
Nadeem Mazen baru saja terpilih kedua kalinya sebagai penasehat dewan kota di Cambridge, Massachustts.
Mazen, yang besar di Boston kuliah di salah satu universitas terkenal MIT. Seringkali ia ditanya bagaimana identitasnya sebagai Muslim bisa melebur dengan perannya sebagai politisi Amerika Serikat.
Pria 32 tahun itu mengatakan justru identitasnya itu membuat ia ingin membaur dengan masyarakat AS.
"Ada prinsip dalam Islam yang disebut 'fard kefayah', yang artinya ini bukan hak manusia yang tidak terpenuhi, tapi adalah tanggung jawab tiap insan untuk memenuhi tanggung jawabnya," jelas Mazen yang berayah dari Mesir.
Prinsip itu ia terapkan di Balai Kota. Dia adalah orang yang memaksa agar UMR Boston naik hingga US$ 15 per jamnya serta mendonasikan 1/3 gajinya untuk komuntitas.
Tak hanya itu, ia menghabiskan waktunya untuk membesarkan perusahaan Danger!Awesome, sebuah startapp untuk manufaktur dan desain.
"Ini membawa kreatifitas untuk seluruh massa," terang Mazen yang juga membuat studio Nimblebot.
"Tidak ada orang yang diistimewakan, semua orang punya akses yang sama," ujarnya.
Danger! Awesome juga memberikan servis cetak 3D, juga tersedia kelas dan kursus.
"Ini adalah gudang besar di mana orang semua bisa masuk," tambah Mazen. Dan uniknya, lokasi itu hanya 1 blok dari ia berkantor di Balai Kota.
Advertisement
Amani Al-Khatahtbeh sang Pendiri Media
Lelah dengan tak didengarnya suara muslim di media mainstream AS, Amani Al-Khatahtbeh membuat suatu alternatif.
Ia mendirikan Enter MuslimGirl.net di mana Amani menyuarakan suara perempuan muslim di AS. Amani masih berusia 23 tahun namun ia berhasil menggaet tujuh editor sukarelawan dan lebih dari 30 penulis seantero AS.
Situsnya jadi viral tahun lalu. Salah satu tulisan yang mengguncangnya adalah artikel tentang artis porno Lebanon yang akhirnya memakai jilbab.
"Perempuan muslim adalah kaum paling minoritas. Kami adalah perempuan-perempuan yang di kepalanya tertutup oleh kain, namun tidak hati dan pikiran kami," ujarnya.
Amani berorangtua dari Yordania dan bekerja untuk situsnya itu full time.
Dalam artikel terbarunya ia mengajak perempuan muslim bagaimana cara melawan dan melaporkan tindakan seksisme dan rasisme.