Cacing 'Frankenstein' Bisa Mengubah Bentuk Kepalanya

Ilmuwan berhasil menciptakan cacing yang kepalanya bisa berubah bentuk seperti spesies lainnya melalui manipulasi komunikasi sel.

oleh Indy Keningar diperbarui 08 Des 2015, 06:00 WIB
Ilmuwan berhasil menciptakan cacing yang kepalanya bisa berubah bentuk seperti spesis lainnya melalui manipulasi komunikasi sel.

Liputan6.com, Boston Ilmuwan berhasil menciptakan cacing pipih 'Franken', nama yang diambil dari monster fiktif karya Mary Shelley. Si cacing dinamakan demikian karena kepala dan otaknya diambil dari spesies lain, lantas disatukan dengan cara memanipulasi komunikasi sel.

Riset ini merupakan contoh dari pengendalian tumbuh makhluk serta tak hanya sekadar dari genetika. Periset bukan hanya merombak DNA si cacing pipih, tetapi juga memanipulasi protein yang mengontrol bagaimana antar sel berkomunikasi.

"Sudah umum kita berpikir bahwa sekuen dan struktur chromaton menentukan bentuk sebuah organisme. Namun hasil ini menunjukkan bahwa fungsi jaringan fisik bisa mengesampingkan anatomi umum spesies yang spesifik," periset studi Michael Levin, biologis di Tufts University mengungkapkan di pernyataan, dikutip Live Science, Senin (7/12/2015).

Perubahan ini hanya sementara untuk si cacing yang kepalanya akan berubah kembali ke bentuk semula dalam hitungan minggu. Namun periset berharap penemuan ini akan mengantarkan kepada penanganan medis cacat bawaan dan produksi obat-obatan yang bersifat regeneratif, yakni mampu membangun kembali jaringan atau organ tubuh yang rusak.

Dalam penelitian ini, periset mempelajari cacing pipih kecil air tawar, Girardia dorotocephala. Mereka dikenal mampu meregenerasi dengan sendiri jaringan yang hilang.

Cacing pipih ini memiliki jumlah besar sel yang disebut neoblasts, sel stem totipotent (sel muda yang memberikan embrio lengkap pada sel lainnya), sehingga bisa menjadi tipe sel apa pun dalam tubuh. Pada manusia, sel hanya menjadi totipotent di hari-hari pertama perkembangan embrionik.

Perubahan kepala si cacing. (foto: Live Science)

Dalam eksperimen itu, ilmuwan memotong kepala cacing. Selanjutnya, agar kepala cacing bisa beregenerasi, Levin dan koleganya memutuskan kanal protein yang disebut gap junctions.

Sel mengirim impuls elektrik melalui gap junctions untuk berkomunikasi. Periset mengetahui sel bisa dapat dengan mudah mendorong cacing mengembangkan diri kembali kepala dan otak serupa dengan cacing pipih kerabat dekat mereka.

Normalnya, G. dorotocephala memiliki kepala meruncing dengan dua tonjolan mirip telinga di dekat kepala (disebut auricles). Setelah melalui proses, beberapa dari cacing mengembangkan kepala normal mereka.

Sementara kepala yang lainnya membentuk bulat mirip dengan jenis S. mediterranea, kepala dengan leher tebal dan 'telinga' meruncing mirip kucing, seperti P. felina, atau kepala segitiga seperti jenis D. japonica.

Otak mereka juga turut mengikuti bentuk kepala, sehingga cacing pipih yang meregenerasi kepala berbentuk seperti D. japonica, contohnya, juga menunjukkan morfologi otak yang lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan G. dorotocephala, dan karakteristrik lebih dari D. japonica.

Semakin jauh antar dua spesies dalam pohon keluarga evolusioner, semakin sulit melihat efek 'padu-padan' ini.

"Penemuan ini mengantarkan pada pertanyaan signifikan mengenai bagaimana gen dan jaringan bioloektrik (aktivitas elektrik pada makhluk hidup) berinteraksi untuk membangun bentuk tubuh yang kompleks," ucap Levin. Jika gen menyediakan cetak biru untuk tubuh sebuah organisme, sel menjadi seperti pekerja konstruksi yang perlu mengubah rencana menjadi bangunan. Dan gap junctions berfungsi seperti walkie-talkie yang digunakan oleh para pekerja. Jika komunikasi mengalami kendala, proses pembangunan tentu saja akan terganggu.

Cacing G. dorotocephala berubah bentuk hanya dalam waktu yang terbatas sebelum neoblast memberikan dampak dan mengubah kembali kepala dan otak mereka sebelumnya. Bagaimana pun, laboratorium Levin sebelumnya sudah melakukan pengubahan pada spesies cacing pipih lainnya untuk menumbuhkan dua kepala, di mana bentuk kepala mereka bertahan.**

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya