Potret Kampung Cecer, Bertahan di Tengah Modernisasi

Saat daerah lain berkembang mengikuti arus modernisasi, Kampung Cecer tetap bertahan dengan budaya leluhurnya.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 08 Des 2015, 06:00 WIB
Kampung Cecer bertahan di tengah modernisasi.

Liputan6.com, Jakarta Suara musik yang cenderung monoton keluar dari gendang dan gong kecil, beberapa tetua adat nampak berjejer di pintu masuk Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Sambil mengalungkan sehelai kain tenun, mereka menyambut kami dengan hangat. “Ini selendang Manggarai, mari kita duduk, mari kita bersama-sama.”

Saat daerah lain berkembang mengikuti modernisasi, Kampung Cecer lebih memilih untuk tetap hidup melestarikan apa yang telah diturunkan leluhur mereka. “Kita punya Sanggar Liang Ndara, dia punya cita-cita besar bahwa warisan leluhur yang ada tidak boleh hilang. Tidak boleh hilang artinya tetap lestari. Bagi kami orang Manggarai, tak hanya budaya yang perlu dilestarikan, alam pun menjadi satu kesatuan kehidupan yang perlu dilestarikan,” ungkap Christophorus, salah seorang tetua adat Kampung Cecer.

Saat Liputan6.com berkunjung, yang ditulis Senin (7/12/2015), Christophorus lebih jauh menjelaskan, pelestarian alam bagi orang Manggarai tidak hanya sebatas di mulut saja. Leluhur mengajarkan bahwa ari-ari merupakan kae, yaitu kakak. Ari-ari yang dipotong sejak seseorang dilahirkan tidaklah dibuang, melainkan langsung bergabung dengan alam. Oleh sebab itu, masyarakat Manggarai meyakini, menghormati alam sama halnya dengan menghormati kae, menghormati diri sendiri.

Melestarikan apa yang telah diturunkan leluhur dan menghormati alam, sebagaimana seseorang menghormati dirinya sendiri, merupakan alasan besar mengapa Kampung Cecer tetap bertahan dengan budaya dan tradisi mereka. Kearifan lokal inilah yang pada akhirnya mengundang banyak orang untuk datang dan mengagumi kearifan lokal kampung Cecer.


Aktivitas Wisata

Ada dua aktivitas wisata yang bisa Anda lakukan saat berkunjung ke kampung yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani kopi, yaitu wisata alam dan wisata budaya. Saat berwisata alam, Anda akan diajak berkeliling ke perkampungan Liang Ndara yang berada pada ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Memulai perjalanan sekitar pukul 6 pagi, perjalanan menyusuri perkebunan hijau, sawah, dan hutan, yang menjadi habitat asli bagi sekawanan burung endemik tentu jadi pengalaman yang mengasyikan.

Tak hanya itu, dalam perjalanan wisata alam ini, tiap pengunjung akan melihat keindahan Gunung Mbeliling. Gunung Mbeliling merupakan salah satu gunung menawan yang ada dalam kawasan hutan hujan tropis Flores. Setelah melakukan perjalanan treking selama sekitar 3 jam, dari puncak gunung yang berada pada ketinggian sekitar 1.283 meter di atas permukaan laut, Anda akan disajikan panorama keindahan Labuan Bajo dari atas.

Tari Caci yang dipentaskan di Kampung Cecer, Flores, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Selain wisata alam, Kampung Cecer juga menyediakan paket wisata budaya bagi mereka yang ingin melihat kebudayaan Manggarai dari dekat. Ada banyak tarian adat yang bisa Anda saksikan di kampung ini, antara lain Tari Caci, Tari Akomafo, Tari Ndundundake, Tetekalo.
“Tarian Caci itu bukan sekadar tarian, tari ini sebenarnya dia punya makna. Ada istilah naring, hyang, dan pegas. Naring itu memuji, Hyang itu menghormati kepada pencipta kepada leluhur, dan pegas itu kita bersyukur. Sehingga caci itu, xmeskipun dia kena pukul, dia tetap menari, menyanyi, bergoyang,” ungkap Christophorus menjelaskan.

Selain Tari Caci, Tari Akomafo juga menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Kampung Cecer. Uniknya, tarian ini kerap dipentaskan oleh kaum perempuan dengan membawa sajian beras. “Tari Akomafo itu suatu harapan bahwa padi itu tidak akan habis sampai panen berikutnya tiba. Sehingga di keranjang itu untuk taro beras tidak boleh habis, di lumbung tidak boleh habis, sampai panen berikutnya. Sehingga kita Ricikole. Itu bahasa Manggarai, artinya selalu ada,” kata Christophorus.

Tarian ini menggambarkan masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur, yang agraris.

Bagi Anda yang ingin berlama-lama di Kampung Cecer, Anda juga bisa menyaksikan pembuatan kopi robusta khas Flores. Dengan rasa dan aroma yang biji robusta yang kuat, biji kopi ini dijual dengan harga yang terjangkau.

Berlokasi tidak terlalu jauh dari Labuan Bajo, sekitar 45 menit menggunakan jalan darat, Kampung Cecer menjadi destinasi wisata terpadu yang ada di Flores. Dibangunnya infrastruktur jalan dan berabagai fasilitas penunjang wisata lainnya, membuat Kampung Cecer makin mudah dijangkau dan kerap dikunjungi wisatawan mancanegara.

Kampung Cecer merupakan contoh kecil dari begitu banyaknya keragaman budaya Nusantara. Keragaman yang perlu dilestarikan dan dihormati, seperti layaknya orang Manggarai yang melestarikan tradisi sebagai jalan menghormati Sang Pencipta dan leluhur, yang melestarikan alam sebagai jalan menghormati diri sendiri. Sungguh, keberagaman alam dan budaya merupakan salah satu pesona Indonesia.

Ikuti terus perjalanan tim Liputan6.com bersama Indonesia.travel menjelajahi Pesona Indonesia. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya