Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi menunjukkan bahwa anak yang masih dalam proses atau tahap dewasa belum dapat multitasking secara efektif.
Penelitian ini membandingkan antara dua kelompok relawan perempuan berusia 11 sampai 17 tahun dan kelompok kedua berusia 22 sampai 30 tahun, yang melakukan tugas perekaman memori misal saat menonton televisi diganggu dengan komunikasi atau interaksi sosial.
Mereka menemukan adanya persamaan antara dewasa di atas usia 19 tahun dan anak-anak di bawah 19 tahun sama-sama merasakan gangguan ketika sedang berusaha fokus menjalankan dua kegiatan sekaligus. Namun para dewasa di atas umur 19 tahun jauh lebih baik mengatasi kedua tugas tersebut dibandingkan para anak-anak.
Para ilmuan percaya bahwa fungsi otak yang memungkinkan orang untuk menyimpan memori secara bersamaan akan berkembang sampai dewasa. Namun untuk para remaja, sebagian besar dari mereka tidak bisa mengikuti pola pikir orang dewasa.
"Situasi multitasking pada beberapa orang dewasa berjalan secara efektif, namun terlalu sulit untuk dilakukan bagi sebagian remaja," ujar penulis Kathryn Mills. Dikutip dari Times of India, Selasa (8/12/2015).
Baca Juga
Advertisement
Misalnya saat melakukan kerja kelompok di kelas, sebagian remaja berusaha untuk mengikuti topik yang sedang ditugaskan, tapi hal ini cukup sulit dilakukan oleh mereka, apalagi ditambah dengan gangguan lingkungan sekitar yang memperlamban proses kerja otak anak.
Para peneliti mengatakan, "Dalam penelitian ini peserta dituntut untuk mengingat dua atau tiga digit nomor sebelum mendapatkan gangguan berbentuk interaksi sosial, dengan melibatkan pergerakan dari sebuah objek yang telah ditentukan oleh peneliti. Setelah itu para peserta harus mengingat nomor yang telah mereka hafalkan sebelumnya setelah mendapatkan gangguan tersebut,".
Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa para remaja kurang mahir untuk melakukan multitasking daripada orang dewasa ketika berada di bawah tekanan kognitif yang tinggi.