Liputan6.com, Jakarta - Saat aksi terorisme terjadi di Amerika Serikat, Shamsi Ali menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dampak yang diterima umat Islam di Negeri Paman Sam.
Imam masjid New York tersebut mengatakan, kapanpun teror terjadi masyarakat muslim di AS ikut jadi korban. Tak hanya sekali, "tapi jadi korban tiga kali," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Evolving Coalition Against ISIS' yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Yang pertama, umat Islam di AS juga merasakan sakit dan duka cita. Sebagai sesama manusia, atas korban-korban yang berjatuhan akibat teror.
"Yang kedua, kami merasakan sakit ketika agama kami dibajak," tambah dia.
Baca Juga
Advertisement
Kejadian teror juga berdampak langsung pada kehidupan muslim di AS. "Bayangkan, jika seorang muslim duduk di kereta atau subway, maka setiap mata akan memandang ke arah mereka," tambah Shamsi.
Pria yang sudah belasan tahun tinggal di AS itu mengatakan, muncul sikap hipokrit ketika serangan radikalisme dan ekstremisme terjadi.
"Sebab menunjuk ke hanya satu komunitas. Media secara langsung akan menunjuk ke hanya satu komunitas: umat Islam," tambah dia.
Padahal, tambah dia, faktanya pelaku terorisme tak hanya dari kalangan umat Islam. Tapi dari berbagai latar belakang keyakinan maupun ideologi.
Sebelumnya, imbauan berarti disampaikan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
Obama dengan tegas mengimbau agar perang melawan teror tidak membuat warga AS justru menyerang satu sama lain.
"Jangan biarkan upaya melawan teror ini didefinisikan sebagai perang antara Amerika melawan Islam. Ini adalah yang diinginkan ISIS. ISIS tidak mewakili Islam. Mereka adalah penjahat dan pembunuh yang kejam," tegas Obama, seperti Liputan6.com kutip dari Voice of America.
Obama justru mengatakan, kunci sukses mengalahkan terorisme adalah menyertakan komunitas Islam dalam perlawanan tersebut. "Bukannya menyingkirkan mereka lewat prasangka dan kebencian," kata dia.