Liputan6.com, Depok - Saat ini, produsen velg mobil berloma-lomba untuk menciptakan produk dengan bobot yang semakin ringan, tetapi kuat, misalnya yang berbahan alloy. Ini berlaku baik produsen velg dari Jepang ataupun Eropa. Sebab, karakter velg inilah yang lebih banyak dicari konsumen.
Meski demikian, beberapa puluh tahun lalu karakter velg berbeda-beda, terutama yang berasal Jepang dan Eropa. Velg Jepang diketahui lebih enteng dibanding Eropa. Hal ini diungkapkan oleh Rachmat Sudrajat, pemilik bengkel custom velg RForged.
"Dulu, tahun 80-90an, velg Jepang lebih enteng, sementara Eropa relatif lebih berat. Tapi ke sininya velg Eropa makin enteng juga," ujarnya kepada Liputan6.com di kawasan Cinere, Selasa (8/12).
Baca Juga
Advertisement
Mengenai keringanan ini, Rachmat mengatakan bahwa penyebabnya ada pada bahan baku yang digunakan serta proses pembuatan. "Dalam proses, bahan semakin dipres, dibuat rapat sehingga makin tidak ada rongga udara. Itu yang membuat velg enteng atau tidak," jelasnya.
Velg ringan, menurut banyak sumber punya keuntungan tersendiri. Misalnya membuat kendaraan lebih hemat bahan bakar, meskipun tidak terlalu signifikan.
Selain itu, keuntungan velg alloy lainnya yang bisa didapat adalah kekohohan velg sehingga memperbaiki traksi, atau gaya gesek maksimal yang bisa dihasilkan antara dua permukaan (velg dan ban) tanpa mengalami slip.
Dari keunggulan itu, tidak heran jika harga velg alloy lebih mahal dibanding velg kaleng, yaitu sekira Rp 100 ribu dibanding velg kaleng.
Selain keringanan, yang membedakan keduanya juga dari sisi style atau tampilan. Rachmat menjelaskan, karakter velg Jepang lebih ke jari-jari, sementara Eropa bertipe blok. "Tapi sekali lagi, itu dulu, sekarang sudah relatif sama. Kalau sekarang berubah-ubah" imbuhnya.
Meski demikian, ujar Rachmat, mereka yang paham seluk beluk dunia per-velg-an, akan lebih mudah tahu apakah velg itu dari mana. "Biasanya ada karakter tertentu yang tidak semua orang paham. Tapi ini susah dijelaskan," pungkasnya.